Avshalom - 01

“Enam puluh satu!” teriak Avshalom setelah menebas dua lawannya sekaligus.
Luxträgger menatap pemuda berambut merah itu dengan sedikit senyuman tersungging, pasangan kerjanya kali ini terlalu besemangat.
Dengan satu kali hentakan, dia melesat menerjang beberapa lawan yang bergerak mendekat ke arah mereka. Sayap-sayap tajam dari vouraqnya tidak pernah mengecewakan sebagai senjata untuk menyerang sekaligus untuk bertahan.
Lima prajurit memakai jirah perang dengan lambang Kerajaan Nakhifan tumbang oleh serangan Luxträgger.
“Enam puluh tiga.” kata Luxträgger dengan nada datar. Avshalom menatapnya dengan kesal, sambil memaksa menerjang belasan prajurit Nakhifan yang menyerang.
Avshalom sudah tidak peduli lagi dengan tugas bayaran yang diberikan oleh Orde kepada dia dan Luxträgger. Tugas yang seharusnya untuk mencari kebenaran berita tentang akan adanya serangan diam-diam dari Nakhifan, malah menjadi ajang kompetisi siapa yang terkuat bagi dia. Ini adalah untuk pertama kalinya mereka dipasangkan dalam sebuah misi.
Entah apa yang dipikirkan oleh para Dewan Tertinggi, Avshalom menganggap ini sebagai sebuah kesempatan. Sudah sering nama Luxträgger dielu-elukan sebagai yang terbaik di antara para ksatria Veld. Padahal dia juga merasa dirinya tidak kurang hebat dari pemuda berambut hitam panjang itu.
Dan sejak misi pengintaian ini berubah menjadi misi penghancuran, Avshalom menantang Luxträgger untuk beradu siapa yang paling banyak menghabisi lawan.Seribu pasukan pertama dari Nakhifan pun menjadi sasaran mereka berdua, Luxträgger adalah seorang keturunan bangsawan. Harga dirinya terlalu tinggi untuk dikalahkan oleh seorang pemuda dari keturunan rakyat biasa.
Luxträgger hanya tersenyum, melihat Avshalom mulai memainkan pedang merahnya, merah karena Avshalom mengisikan sihir ke dalamnya. Pedang unik yang diberikan oleh Belzer, salah seorang Dewan Tertinggi Orde yang bersimpati kepada Avshalom. Pedang yang bisa bertambah kekuatan sesuai dengan sihir yang dirapalkan sang pengguna, pedang bintang.
Namun begitu, Luxträgger tidak merasa kalah. Dia mempunyai vouraq, senjata paling sempurna di Mithlerer Ostien, dan sudah menjadi pusaka di keluarganya. Sampai sekarang belum ada yang bisa mengalahkan keunikan senjata ini. Dan tentu saja senjatanya tidak akan kalah oleh pedang bintang Avshalom.
Prajurit yang sengaja dijadikan sebagai martir oleh Nakhifan menjadi bulan-bulanan. Avshalom menerjang bagaikan seekor banteng yang marah, menerobos kerumunan prajurit sampai barisan paling belakang. Kecepatannya membuat tidak ada satupun pedang atau tombak dari para prajurit Nakhifan menyentuh tubuhnya. Hanya bercak-bercak darah dari prajurit-prajurit yang terkena tebasan Pedang Bintang menempel di wajah, pakaian, dan jubah putihnya.
“Tiga ratus empat puluh satu!” teriak Avshalom, sedikit menyeringai.
Luxträggertidak menjawab, dia melompat tinggi dan kemudian menukik tajam, bagaikan elang yang menemukan puluhan tikus siap untuk diterkam. Menyabetkan sayap-sayap tajam vouraq dan kemudian menutupi tubuhnya dengan sepasang sayap itu juga. Melindungi dirinya dari serangan lawan, tidak ada celah bagi senjata prajurit itu untuk menyentuh tubuhnya.
Dengan satu hentakan hebat, Luxträggermerentangkan sayap. Prajurit-prajurit Nakhifan yang mengelilinginya, terlempar ke belakang, terjengkang ke tanah akibat tekanan angin yang tercipta dari hentakan sayap vouraq.
“Tiga ratus lima puluh tujuh.” masih Luxträgger berujar dengan nada dingin dan congkak.
Geram mendengar perkataan Luxträgger, Avshalom mengeratkan genggaman tangan kirinya di pedangnya, dan langsung melompat ke atas. Sihir api masih diinfuskan ke dalam pedang bintang. Sesaat dia melayang, kemudian menebaskan pedangnya ke bawah. Bersamaan itu, bola-bola api kecil bermunculan, melesat bagai anak panah. Dan tidak hanya itu,  kumpulan bola api itu membesar dan kemudian memecah diri menjadi puluhan bola api kecil. Melesat menghujam daratan dan para prajurit yang tersisa.
"Ah, Hujan Merah!” Luxträgger menyebutkan nama serangan yang baru saja dilakukan Avshalom.
Avshalom tersenyum puas begitu mendarat, meski dia tidak tahu berapa jumlah lawan yang tewas tapi dia yakin dia unggul jauh lebih banyak dari Luxträgger.
“Baiklah, permainan anak kecil ini akan aku layani dengan cara yang sama!” ucap Luxträgger sambil menatap para prajurit Nafhikan yang mungkin jumlahnya tidak mencapai dua ratus orang.
Kedua tangannya mengepal, cahaya ungu perlahan muncul menyelimuti seluruh tubuh Luxträgger. Dalam satu gerakan cepat dia membungkukkan badan, berputar satu lingkaran penuh sehingga sepasang sayapnya menebas secara mendatar. Melesatkan cahaya ungu tipis berbentuk lingkaran yang berpusat dari dirinya dan membesar.
“Sial! Sabuk Semesta!” Avshalom mengumpat dan melompat setinggi mungkin. Dia tidak mau tubuhnya terpenggal begitu lingkaran cahaya ungu itu menyentuhnya. Luxträgger memang tidak bisa dia remehkan. Dan lagi, prajurit-prajurit yang tersisa tidak menyadari apa yang mengenai mereka. Tubuh mereka terpenggal menjadi dua dalam hitungan kurang dari satu kedipan mata.
“Apa kita perlu menghitung ulang?” kata Luxträgger begitu Avshalom mendarat. Kali ini dia yang tersenyum puas.
Baru saja Avshalom akan membalas perkataan Luxträgger, tiba-tiba seorang prajurit bangkit dan berdiri dari pingsan akibat ledakan Hujan Merah milik Avshalom. Dia memandang Luxträgger, hanya dari tatapan, mereka tahu bahwa pemenang untuk pertarungan ini adalah siapa yang lebih dulu berhasil membunuh prajurit itu.
Avshalom merapal mantra, mengubah isipedang bintang dari sihir api menjadi sihir angin. Sementara Luxträgger sudah mengumpulkan energi sihir di salah satu sayapnya.
Keduanya kembali saling menatap, memastikan bahwa pesaingnya belum melesatkan serangan. Tubuh mereka bergetar tidak kuasa untuk melancarkan serangan, dan mereka pun melesatkan serangan bersamaan.
Sayatan angin dari pedang bintang dan sayap vouraqmelesat dengan cepat. Prajurit yang baru saja mendapatkan penglihatannya kembali langsung terbelalak. Tubuhnya terpenggal menjadi empat bagian terkena sayatan angin tegak lurusdari Avshalom dan mendatar Luxträgger.
“Aku rasa bisa kita anggap seri.” Luxträgger menggerak-gerakan sayapnya, melemaskan dan melipat logam-logam magis itu.
“Cih, cakar anginku lebih dulu mengenai wajahnya!” Avshalom tidak mau mengalah. Dia mengelap pedang dengan lengan kanan bajunya.
“Apa sebaiknya kita selesaikan dengan berduel?” Luxträgger menatap Avshalom yang berdiri tidak jauh dari dirinya.
Ksatria Veld berambut merah itu dengan cepat menatap wajah Luxträgger, dia tahu keturunan bangsawan itu bukan orang yang suka bercanda, namun dia khawatir kalau ini hanya sebagai ejekan belaka. Dia sangat tahu kecongkakan Luxträgger yang sering meremehkan orang lain, terlebih jika bukan dari kaum bangsawan.
“Jangan permainkan aku, Lux!” kata Avshalom sambil mengacungkan pedangnya ke arah Luxträgger.
Luxträgger hanya tersenyum kecil, bergerak sedikit mendekat ke arah Avshalom. Menatap tajam pemuda dengan jubah putih itu.
“Kerahkan semua yang kamu punya, Avsh!” Luxträgger merentangkan sayap-sayap logamnya.
Avshalom menunduk sesaat, menurunkan cungan tangan dan menatap pedang bintang yang masih berisikan sihir angin.
Kedua tangannya mengepal, cahaya ungu kembali muncul. Luxträgger melayang tinggi agar Avshalom tidak bisa menjangkaunya. Satu serangan cukup untuk melumpuhkan pemuda itu pikirnya.
Avshalom mendongak, beruntung Luxträgger tidak sejajar dengan matahari sehingga dia masih bisa melihat dengan jelas.
Hanya ada satu yang akan tetap berdiri tegak hari ini pikir Luxträgger dan Avshalom, bersiap untuk saling menyerang.
*****

1 comments: