BR - Opening Act


Alcyon termenung, pertemuan dengan pejabat Istana lainnya beberapa waktu yang lalu membuat dirinya harus memutar otaknya dengan keras. Begitu banyak keluhan dari para pekerja, pertemuan yang harusnya membahas tentang perkembangan istana malah berubah menjadi permasalahan. Entah apa yang harus dia katakana kepada sang Ratu. Masalah-masalah ini sangat ingin dia selesaikan sendiri, namun kali ini sang Ratu sendiri harus turun tangan.

Baru kali ini Alcyon merasakan tugasnya sebagai penasehat kerajaan sangat berat, dengan berjalan gontai dia menuju ruangan kerja tempat sang Ratu biasanya berada pada waktu sekarang. Kepalanya terus menunduk seakan semua permasalahan itu menjadi beban di kepalanya. Matanya menatap lantai dari batu pualam berwarna putih gading.

Alcyon mencoba mereka-reka apa yang harus dia katakan, dan bagaiamana cara dia menyampaikan agar Ratu tidak menjadi emosi. Puluhan tahun mengabdi sejak sang Ratu masih seorang Putri, membuatnya mengerti hampir seluruh sifat sang Ratu. Dia berpikir sebaik-baiknya agar sang Ratu tidak terpancing amarahnya. 

Lamunannya terhenti, Alcyon menatap ruangan di depannya. Sepasang pintu besar berwarna biru cerah dengan puluhan ukiran daun clover berwarna putih menghadangnya. Dia merasakan kalau pintu itu sekarang terasa menakutkan baginya. 

Perlahan dia mengetuk pintu dengan irama ketukan yang biasa dia lakukan, ketukan yang sudah dia dan sang Ratu hapal. Meski dia selalu ingin bisa bertatap muka dengan sang Ratu, dia sangat berharap kali ini sang Ratu tidak berada di dalam ruangan ini.

Seorang dayang istana membuka pintu dari dalam, Alcyon menghembus nafas lega. sang Ratu pasti tidak berada di dalam karena Choi,pengawal pribadi sang Ratu, yang akan membukakan pintu.

Alcyon memberi isyarat agar dayang tersebut kembali masuk ke dalam dan menyelesaikan apapun tugasnya. Setelah pintu kembali ditutup dayang, dia berbalik sambil tersenyum karena dia masih punya waktu sampai besok pagi untuk bertemu dengan sang Ratu. Ya, dia akan punya lebih banyak waktu untuk memikirkan sesuatu agar permasalahan ini tidak menjadi mimpi buruk sang Ratu.

Namun begitu Alcyon membalikkan badannya, dua sosok manusia sedang berjalan di lorong menuju dirinya. Alcyon menggigit bibirnya, sang Ratu berjalan dengan pria berwajah pucat dengan pakaian menawan yang khusus dibuat sendiri oleh sang Ratu, Choi sang pengawal pribadi sang Ratu.

“Syahahaha..Ci-on, apa kamu sedang mencariku?” sang Ratu berkata sambil mengipas-ngipaskan kipas tangan dari bulu burung pelangi. 

Alcyon tersenyum masam, cara sang Ratu memanggilnya ‘Ci-on’ sedikit mengganggunya. Namun perasaan suka terhadap sang Ratu tidak bisa membuat panggilan aneh itu menjadi emosi baginya. Dia segera menghilangkan pikirannya, ada hal yang lebih penting saat ini.

“Benar sekali, Yang Mulia.” kata Alcyon sambil membungkuk memberi hormat. 

Alcyon menunduk, sang Ratu yang berada tepat di depannya mengulurkan tangan kanan tepat ke depan wajahnya yang masih menunduk. Tanpa membuang waktu, dia memegang tangan dan mencium cincin lambang kerajaan yang berada di jari telunjuk sang Ratu.

Bersegera dia kembali berdiri tegap setelah sang Ratu menarik tangannya. Alcyon menatap sang Ratu, wajah perempuan yang lebih muda dari dia itu selalu membuatnya terpesona meski sang Ratu bukan wanita yang suka bersolek. Di matanya, Ratu Chie adalah mahadewi.

 “Ada keperluan apa Tuan Alcyon?” suara Choi, sang pengawal terkesan dingin dan mengejek ditelinga Alcyon.

Dia menatap pemuda itu, hatinya Alcyon menjadi sakit, Ratu Chie lebih memilih seorang Choi sebagai pengawal pribadi, bukan dirinya yang mempunyai kemampuan jauh lebih dari pengawal tampan tersebut. Alcyon menyadari bahwa dia kalah jauh untuk masalah ketampanan.

“Sebaiknya kita bicarakan di dalam saja, Yang Mulia.” jawab Alcyon menatap sang Ratu, tidak mempedulikan Choi.

*****

“Apa?!” kaget Ratu Chie. Emosinya yang tadi biasa-biasa saja sekarang berubah menjadi panas. Bagai tersambar petir di siang bolong.

Penguasa tertinggi istana kastil itu memandang Alcyon yang menunduk dalam, pria bertubuh kekar itu tidak berani menatap dirinya. Sementara Choi, pengawal kesayangannya berdiri tanpa ekspresi di dekat pintu.

Menggeleng berkali-kali, Ratu Chie tidak mempercayai laporan dari penasehat kepercayaannya itu. Dia berbalik mendekat ke arah meja. Menahan beban dirinya dengan satu tangan ditempelkan di meja. Pikirannya menjadi sangat kacau. Tidak pernah dia bayangkan ini akan terjadi.

“Semua pekerja istana menuntut upah mereka?” lirih sang Ratu. Pandangan matanya mendadak berkunang.

“Semuanya? Tabib istana, Tikus istana, Penjaga kucing-kucing istana, bahkan kacung sialan itu juga menuntut upah?” geram Ratu. Perasaannya bercampur aduk antara kemarahan dan kesedihan. Dia merasa sudah sangat banyak memberikan bantuan. Dia memberi kediaman buat mereka, dia beri orang-orang itu pekerjaan, dan dia tidak pernah meminta balasan apapun kecuali mereka harus bekerja sebaik-baiknya.

“Ada yang salah, ini pasti ada yang salah. Aku yakin ada yang mengompori mereka!” tegas sang Ratu.

“Tidak Yang Mulia. Ini spontan dating pada saat pembicaraan rapat mulai mengarah pada kinerja para pekerja. Awalnya mereka hanya menggerutu tapi entah siapa yang memulai, mereka tiba-tiba meminta upah atas semua jerih payah mereka.” jawab Aclyon, suaranya terdengar khawatir di telinga sang Ratu. Dia yakin pasti penasehat itu mati-matian untuk berhati-hati mengabarkan hal ini kepadanya, dia tahu kalau Alcyon mempunyai perasaan padanya.

“Mungkin karena Ratu mulai memberlalukan pajak terhadap para pendatang baru di kastil.” ujar Aclyon pelan. sang Ratu membalikkan badannya, menatap sang Penasehat yang masih menunduk menatap permadani yang dominan berwarna hijau.

“Pajak? Pajak?’ Ratu mengernyitkan dahi. Mencoba mengingat kembali hal-hal yang berkaitan dengan ‘pajak’ dan ‘pendatang baru’.

“Demi Dewa Villam, aku baru ingat sekarang.” kata Ratu dengan mata hampir melotot.

“Ah demi para dewa, aku hanya bercanda. Kamu ingat kan waktu itu adalah pesta topeng kucing ke 2, dan aku sedang setengah mabuk saat itu?” tanya Ratu kepada Alcyon dan Choi. Seakan meminta pendapat kalau apa yang dia katakana bukanlah titah.

“Benar sekali Yang Mulia tapi sepertinya beberapa pendatang baru menanggapinya dengan serius.” jawab Alcyon 

“Dan sejak saat itu, si kacung juga ikut-ikutan meminta upeti dari pendatang baru buat kepentingan pribadinya.” Choi akhirnya ikut berujar dari kejauhan.

Geram sang Ratu memuncak, pikirannya tidak lagi tenang.

“Mereka pikir mudah apa mengurusi kastil sebesar ini dengan orang-orang yang susah di atur!” teriak Ratu Chie. Dia tidak peduli lagi kalau kharismanya menurun di depan Choi dan Alcyon.

“Baiklah, baiklah.” gumam Ratu. Sambil berjalan memandang ke arah luar dari balik jendela kaca yang ada di belakang meja dia melanjutkan, “Akan aku sudahi saja semuanya. Akan aku berikan tahta ini kepada siapa saja yang bisa merebut tahta ini dariku.”

Sang Ratu berhenti sebentar, dia yakin mendengar Alcyon dan Choi terkejut dan menghela nafas tapi dia sudah tidak mempedulikannya lagi. Semangatnya sebagai seorang Titania kembali muncul, hasrat untuk bertarung dan membuktikan siapa yang terkuat kembali hadir.

“Alcyon, segera umumkan kepada semua penghuni kastil dan siapa saja yang datang ke negeri kita ini, bahwa AKU, sang Titania menantang siapa saja yang ingin mendapatkan tahta ini.” kata Ratu Chie sambil mengepalkan tangan kanannya.

“Dua hari lagi, tepat pada saat purnama pertama muncul. Semuanya diperbolehkan untuk menantangku!” sang Ratu menyeringai. Berbalik menatap Alcyon dan Choi dia melanjutkan, “Mari semuanya bertarung terbuka dalam Battle Royale!”

#####

0 comments:

Post a Comment