“Jadi,” suara parau Smith setengah berbisik. Tsurai sedikit
menyondongkan badan ke arah pria bertubuh tambun itu. Suasana di kedai minum
sangat ramai, sejak Ratu mengumumkan Battle Royale, pembicaraan itu hangat
terdengar di mana-mana, salah satunya di kedai ini.
Tsurai tidak punya keinginan untuk mengikuti pertarungan
itu, hanya saja hasutan Smith sedikit menggelitik hatinya.
“Untuk mendapatkan hati Kika, kamu harus menunjukkan
kemampuanmu. Wanita suka dengan pria yang gagah dan berani bertarung, meski
mereka tidak suka dengan kekerasan,” lanjut Smith. Tsurai mengernyitkan dahi, sedikit
membenarkan perkataan sang Tukang Jagal.
“Be-benarkah itu?” Tsurai berusaha menutupi ketertarikannya.
“Tentu saja,” Smith tertawa pelan. Dia melanjutkan, “Tidak
perlu menjadi pemenang, kamu sebarluaskan kalau kamu mengikuti pertarungan ini
demi Kika. Pasti dia akan bertekuk lutut dihadapanmu.”
Tsurai merasa bergairah, semangat untuk mengikuti
pertarungan Battle Royale muncul.
“Baik, aku akan mengikuti pertarungan ini!” ucap suara
seraya menepuk dada dengan tangan kanan.
“Bagus, bagus sekali anak muda. Begitu seharusnya pemuda
menunjukkan semangat.” Smith terkekeh.
***
Tsurai membuka mata, pandangannya kabur. Namun terang langit
di atas tidak diragukan lagi. Dia tidak bisa mengingat apapun semenjak Ziona
mengambil alih tubuhnya. Yang bisa dia rasakan sekarang hanya memar-memar di
sekujur tubuh.
Tubuhnya sangat lemah, tenggorokannya sangat kering. Entah
sudah berapa lama dia terkapar, namun hari sudah semakin sore. Tsurai
memaksakan untuk berdiri, dia tidak kuat lagi untuk menggunakan sihir
penyembuh. Tenaganya semakin terkuras.
Dia mengamati sekeliling, tidak ada orang lain kecuali
beberapa ekor burung pemakan bangkai yang sedari tadi melayang rendah. Dia juga
tidak melihat Kika, mungkin sudah di bawa oleh wanita bermuka pucat. Baru saja
Tsurai berusaha untuk berdiri, sebuah suara berat dan serak terdengar dari
samping kanannya.
“Sebaiknya, kamu kembali tidur saja Tuan Penjaga Kebun.”
Tsurai menoleh, sesaat dia sempat melihat siapa sosok itu.
“Smith” gumam Tsurai sebelum gelap kembali menghampiri.
***
Seberkas cahaya kecil muncul, Mushtaf memicingkan mata saat
lingkaran cahaya semakin membesar di salah satu sisi dinding kotak yang
mengurungnya entah sudah berapa hari. Sesosok bayangan sedikit tambun berdiri
tegak, berusaha untuk mementahkan sihir kotak ini.
“Te-terima kasih,” ucap Mushtaf sambil berjalan menuju
lubang besar yang dibukakan oleh orang itu.
“Aku yang harusnya berterima kasih,” seringai orang itu.
“Ka-kamu!” Mushtaf ternganga, tidak menyangka Smith
menyerang dengan sihir pengendali tubuh. Belum sempat dia merasakan kebebasan,
kini dia kembali terkurung dalam tubuhnya sendiri.
***
Alfare berusaha menyeimbangkan gerakan kacau mesin perang,
serangan Alcyon menghancurkan bagian depan dragonfly. Beruntung, tidak semua
bagian vital berada di sana. Hanya butuh sedikit penyesuaian. Dengan sigap, dia
menekan beberapa tombol.
Dragonfly menunduk pelan ke tanah, badannya bergetar hebat.
Alfare menggerakkan tuas-tuas kendali. Kini mesin perang berada dalam posisi
diam. Tidak ada gerakan kacau lagi. Sigap dia menarik dua tuas yang berada di
langit-langit ruang kendali secara bersamaan. Sesaat kemudian, dragonfly
bergetar keras. Suara dengung menderu kencang, bagian-bagian tubuh dragonfly
bergerak. Seakan hidup. Kurang dari dua menit, dragonfly bermetamorphosis
menjadi bentuk baru.
Sang pengendali menyeringai, “Lihatlah! Killer Ant!”
***
Sabbath menghela nafas, kebun istana yang penuh dengan bunga
dan pepohonan indah kini hancur berantakan. Bahkan rumah-rumah kayu tempat
menyimpan bibit dan peralatan berkebun tidak ada satupun yang berdiri tegak.
Pelan-pelan Sabbath membenahi bunga dan pepohonan yang masih
bisa diselamatkan. Mantra terucap, dan peri-peri kecil dengan warna-warni seperti
pelangi bermunculan.
“Teman-teman kecil, maaf aku sangat merepotkan kali ini.”
Sabbath menunduk hormat, meminta bantuan kepada peri-peri kecil. Tidak ada
suara jawaban dari para peri kecuali gerakan cekatan mereka yang menyegarkan
kembali tumbuhan yang belum mati.
Sabbath beranjak, menuju salah satu rumah kayu yang masih
aman untuk dia masuki.
”Ah, seandainya aku punya sihir untuk membangun kembali
rumah-rumah kayu ini. Aku bisa mengumpulkan kembali bibit-bibit tumbuhan.”
Sabbath menunduk sedih.
Dilihatnya para peri kecil berjuang untuk menyegarkan
kembali tumbuhan di kebun yang luas ini. Tiba-tiba dia merasa ada sebuah
gerakan cepat melesat di antara pepohonan tumbang.
“Si-siapa itu?!” teriak Sabbath.
Tidak ada balasan. Sabbath memanggil kembali para peri.
Membatalkan mantra mereka, dan merapal sihir baru. Cemeti magis dengan pendar
cahaya ungu muncul dari tangan kanan.
Sesosok bayangan manusia terlihat berdiri tegak di kejauhan.
Sabbath tidak bisa melihat dengan jelas, namun dia merasa mengenal siluet orang
itu. Ya, orang. Dia yakin sekali mengenal perawakan orang itu.
“Turunkan senjatamu, Sabbath.” kata sosok itu. Suara seorang
wanita, dan Sabbath mengenalinya. Sang Petani Sayuran Beracun.
“Octa, apa yang kamu lakukan di sini?” Sabbath mengembalikan
cambuk sihirnya dan berjalan mendekat.
Wanita paruh baya itu mendekat ke arah Sabbath sambil
melihat sekeliling.
“Wah, ternyata benar. Tsurai melalaikan tugasnya sebagai
penjaga kebun sampai dia mengikuti pertarungan tidak waras itu. Ah, dasar anak
muda.” Octa menghela nafas.
Sabbath mengenali Octa sebagai guru Tsurai, yang mengajarkan
pemuda itu membuat berbagai tanaman untun menahan serangan sihir.
“Sebaiknya kamu urus belakangan saja kebun ini, ada hal penting
yang harus kita lakukan. Ikuti aku, kita menuju tempat Tabib Istana.” ajak
Octa. Sabbath mengangguk pelan, dan mengikuti dari si Petani Sayuran dari
belakang.
***
Panas, merah, dan membakar. Serangan api dari Killer Ant tidak
menyurutkan niat Alcyon untuk mencari pedangnya. Melihat gagang katana panjangnya
menyembul di antara tumpukan reruntuhan, dia segera mengejar dan mengambil
pedangnya. Empat langkah cepat dan ayunan tangan yang sigap membuat pedangnya
kembali berada dalam genggaman tangan.
“Cih,” geram Alcyon menatap sekelilingnya. Api berkobar di sekeling
mereka, membakar pepohonan dan banguna-banguna terdekat. Bahkan langit di atas
mereka hampir semuanya tertutup dengan asap hitam. Mereka tidak bisa melihat
satu sama lain. Beruntung Alcyon bisa merasakan kehadiran orang lain dari
pancaran tenaga mereka.
“Sepertinya pertarungan ini sangat-sangat menyenangkan.” Alcyon
menyeringai. Dia menjejakkan kakinya kokoh, memasang kuda-kuda tegap. Gagang
pedang dia pegang dengan kedua belah tangan, erat sekuat tenaga.
Dalam satu kali hentakan, Alcyon melesat ke atas, berada
beberapa kaki di atas kepala Killer Ant yang tidak menduga serangan dari
dirinya yang melesat dari balik asap.
“Merindukanku Boss?” Alcyon merasa dirinya berada di atas
angin, meski pertarungan beberapa saat lalu dia tidak bisa melukai Alfare sedikitpun.
Dengan satu ayunan, Alcyon menebas kepala Killer Ant dari
atas. Sebelum dia mendarat di permukaan tanah, dia kembali melayangkan diri ke
badan samping Killer Ant, tepat berada dalam jangkauan pedangnya. Sebuah
serangan kembali dia lancarkan, ledakan api muncul saat Alcyon menorehkan
pedang.
Alcyon tetap menyerang, tidak peduli dengan Alfare yang
sedang menggerutu. Tidak cepat namun dengan tempo yang sama dia terus menyerang
tanpa henti. Sedikit terhuyung Killer Ant berusaha bertahan, namun dia tidak
memberi kesempatan kepada mesin perang itu untuk bergerak bebas.
Benar saja, saat Alcyon kehilangan waktu serang, Killer Ant kembali
melemparkan bola-bola api. Dia terpaksa kembali berlari menghindar.
“Cih, keras kepala juga kau Boss.” teriak Alcyon sambil
kembali bersembunyi ke dalam semak-semak. Tidak menyadari Jagoan Pedang Nomor
Satu di Kerajaan sedang menantinya. Hikimori sudah bersiap untuk menyerang
Alcyon yang mendekat.
#####
0 comments:
Post a Comment