BR - Act 13


“Jadi,” suara parau Smith setengah berbisik. Tsurai sedikit menyondongkan badan ke arah pria bertubuh tambun itu. Suasana di kedai minum sangat ramai, sejak Ratu mengumumkan Battle Royale, pembicaraan itu hangat terdengar di mana-mana, salah satunya di kedai ini.

Tsurai tidak punya keinginan untuk mengikuti pertarungan itu, hanya saja hasutan Smith sedikit menggelitik hatinya.

“Untuk mendapatkan hati Kika, kamu harus menunjukkan kemampuanmu. Wanita suka dengan pria yang gagah dan berani bertarung, meski mereka tidak suka dengan kekerasan,” lanjut Smith. Tsurai mengernyitkan dahi, sedikit membenarkan perkataan sang Tukang Jagal.

“Be-benarkah itu?” Tsurai berusaha menutupi ketertarikannya.

“Tentu saja,” Smith tertawa pelan. Dia melanjutkan, “Tidak perlu menjadi pemenang, kamu sebarluaskan kalau kamu mengikuti pertarungan ini demi Kika. Pasti dia akan bertekuk lutut dihadapanmu.”

Tsurai merasa bergairah, semangat untuk mengikuti pertarungan Battle Royale muncul.

“Baik, aku akan mengikuti pertarungan ini!” ucap suara seraya menepuk dada dengan tangan kanan.
“Bagus, bagus sekali anak muda. Begitu seharusnya pemuda menunjukkan semangat.” Smith terkekeh. 

***
Tsurai membuka mata, pandangannya kabur. Namun terang langit di atas tidak diragukan lagi. Dia tidak bisa mengingat apapun semenjak Ziona mengambil alih tubuhnya. Yang bisa dia rasakan sekarang hanya memar-memar di sekujur tubuh. 

Tubuhnya sangat lemah, tenggorokannya sangat kering. Entah sudah berapa lama dia terkapar, namun hari sudah semakin sore. Tsurai memaksakan untuk berdiri, dia tidak kuat lagi untuk menggunakan sihir penyembuh. Tenaganya semakin terkuras.

Dia mengamati sekeliling, tidak ada orang lain kecuali beberapa ekor burung pemakan bangkai yang sedari tadi melayang rendah. Dia juga tidak melihat Kika, mungkin sudah di bawa oleh wanita bermuka pucat. Baru saja Tsurai berusaha untuk berdiri, sebuah suara berat dan serak terdengar dari samping kanannya.

“Sebaiknya, kamu kembali tidur saja Tuan Penjaga Kebun.”

Tsurai menoleh, sesaat dia sempat melihat siapa sosok itu.

“Smith” gumam Tsurai sebelum gelap kembali menghampiri.

***
Seberkas cahaya kecil muncul, Mushtaf memicingkan mata saat lingkaran cahaya semakin membesar di salah satu sisi dinding kotak yang mengurungnya entah sudah berapa hari. Sesosok bayangan sedikit tambun berdiri tegak, berusaha untuk mementahkan sihir kotak ini.

“Te-terima kasih,” ucap Mushtaf sambil berjalan menuju lubang besar yang dibukakan oleh orang itu.
“Aku yang harusnya berterima kasih,” seringai orang itu. 

“Ka-kamu!” Mushtaf ternganga, tidak menyangka Smith menyerang dengan sihir pengendali tubuh. Belum sempat dia merasakan kebebasan, kini dia kembali terkurung dalam tubuhnya sendiri.

***
Alfare berusaha menyeimbangkan gerakan kacau mesin perang, serangan Alcyon menghancurkan bagian depan dragonfly. Beruntung, tidak semua bagian vital berada di sana. Hanya butuh sedikit penyesuaian. Dengan sigap, dia menekan beberapa tombol. 

Dragonfly menunduk pelan ke tanah, badannya bergetar hebat. Alfare menggerakkan tuas-tuas kendali. Kini mesin perang berada dalam posisi diam. Tidak ada gerakan kacau lagi. Sigap dia menarik dua tuas yang berada di langit-langit ruang kendali secara bersamaan. Sesaat kemudian, dragonfly bergetar keras. Suara dengung menderu kencang, bagian-bagian tubuh dragonfly bergerak. Seakan hidup. Kurang dari dua menit, dragonfly bermetamorphosis menjadi bentuk baru.

Sang pengendali menyeringai, “Lihatlah! Killer Ant!”

***
Sabbath menghela nafas, kebun istana yang penuh dengan bunga dan pepohonan indah kini hancur berantakan. Bahkan rumah-rumah kayu tempat menyimpan bibit dan peralatan berkebun tidak ada satupun yang berdiri tegak. 

Pelan-pelan Sabbath membenahi bunga dan pepohonan yang masih bisa diselamatkan. Mantra terucap, dan peri-peri kecil dengan warna-warni seperti pelangi bermunculan.

“Teman-teman kecil, maaf aku sangat merepotkan kali ini.” Sabbath menunduk hormat, meminta bantuan kepada peri-peri kecil. Tidak ada suara jawaban dari para peri kecuali gerakan cekatan mereka yang menyegarkan kembali tumbuhan yang belum mati.

Sabbath beranjak, menuju salah satu rumah kayu yang masih aman untuk dia masuki.

”Ah, seandainya aku punya sihir untuk membangun kembali rumah-rumah kayu ini. Aku bisa mengumpulkan kembali bibit-bibit tumbuhan.” Sabbath menunduk sedih.

Dilihatnya para peri kecil berjuang untuk menyegarkan kembali tumbuhan di kebun yang luas ini. Tiba-tiba dia merasa ada sebuah gerakan cepat melesat di antara pepohonan tumbang. 

“Si-siapa itu?!” teriak Sabbath.

Tidak ada balasan. Sabbath memanggil kembali para peri. Membatalkan mantra mereka, dan merapal sihir baru. Cemeti magis dengan pendar cahaya ungu muncul dari tangan kanan. 

Sesosok bayangan manusia terlihat berdiri tegak di kejauhan. Sabbath tidak bisa melihat dengan jelas, namun dia merasa mengenal siluet orang itu. Ya, orang. Dia yakin sekali mengenal perawakan orang itu.

“Turunkan senjatamu, Sabbath.” kata sosok itu. Suara seorang wanita, dan Sabbath mengenalinya. Sang Petani Sayuran Beracun.

“Octa, apa yang kamu lakukan di sini?” Sabbath mengembalikan cambuk sihirnya dan berjalan mendekat.
Wanita paruh baya itu mendekat ke arah Sabbath sambil melihat sekeliling.

“Wah, ternyata benar. Tsurai melalaikan tugasnya sebagai penjaga kebun sampai dia mengikuti pertarungan tidak waras itu. Ah, dasar anak muda.” Octa menghela nafas.

Sabbath mengenali Octa sebagai guru Tsurai, yang mengajarkan pemuda itu membuat berbagai tanaman untun menahan serangan sihir. 

“Sebaiknya kamu urus belakangan saja kebun ini, ada hal penting yang harus kita lakukan. Ikuti aku, kita menuju tempat Tabib Istana.” ajak Octa. Sabbath mengangguk pelan, dan mengikuti dari si Petani Sayuran dari belakang.

***
Panas, merah, dan membakar. Serangan api dari Killer Ant tidak menyurutkan niat Alcyon untuk mencari pedangnya. Melihat gagang katana panjangnya menyembul di antara tumpukan reruntuhan, dia segera mengejar dan mengambil pedangnya. Empat langkah cepat dan ayunan tangan yang sigap membuat pedangnya kembali berada dalam genggaman tangan.

“Cih,” geram Alcyon menatap sekelilingnya. Api berkobar di sekeling mereka, membakar pepohonan dan banguna-banguna terdekat. Bahkan langit di atas mereka hampir semuanya tertutup dengan asap hitam. Mereka tidak bisa melihat satu sama lain. Beruntung Alcyon bisa merasakan kehadiran orang lain dari pancaran tenaga mereka.

“Sepertinya pertarungan ini sangat-sangat menyenangkan.” Alcyon menyeringai. Dia menjejakkan kakinya kokoh, memasang kuda-kuda tegap. Gagang pedang dia pegang dengan kedua belah tangan, erat sekuat tenaga. 

Dalam satu kali hentakan, Alcyon melesat ke atas, berada beberapa kaki di atas kepala Killer Ant yang tidak menduga serangan dari dirinya yang melesat dari balik asap. 

“Merindukanku Boss?” Alcyon merasa dirinya berada di atas angin, meski pertarungan beberapa saat lalu dia tidak bisa melukai Alfare sedikitpun.

Dengan satu ayunan, Alcyon menebas kepala Killer Ant dari atas. Sebelum dia mendarat di permukaan tanah, dia kembali melayangkan diri ke badan samping Killer Ant, tepat berada dalam jangkauan pedangnya. Sebuah serangan kembali dia lancarkan, ledakan api muncul saat Alcyon menorehkan pedang.

Alcyon tetap menyerang, tidak peduli dengan Alfare yang sedang menggerutu. Tidak cepat namun dengan tempo yang sama dia terus menyerang tanpa henti. Sedikit terhuyung Killer Ant berusaha bertahan, namun dia tidak memberi kesempatan kepada mesin perang itu untuk bergerak bebas. 

Benar saja, saat Alcyon kehilangan waktu serang, Killer Ant kembali melemparkan bola-bola api. Dia terpaksa kembali berlari menghindar.

“Cih, keras kepala juga kau Boss.” teriak Alcyon sambil kembali bersembunyi ke dalam semak-semak. Tidak menyadari Jagoan Pedang Nomor Satu di Kerajaan sedang menantinya. Hikimori sudah bersiap untuk menyerang Alcyon yang mendekat.

#####

0 comments:

Post a Comment