“Eh?!” Iké terperanjat. Matanya
melotot dan mulutnya menganga. Di depannya berdiri Fliker dan Tuan Kelvor
memandangnya. Dia tidak menduga, acaranya untuk menjemput Karin di
<em>guild</em> malah membawa pada masalah ini.
“Kenapa aku dikutsertakan?” Iké
meninggikan suaranya. Dahinya mengernyit, masih dengan nada yang sama dia
melanjutkan, “Aku kan sudah bukan anggota guild ini lagi. Kenapa kalian meminta
aku untuk mengerjakan ini?”
“Yo, tenang Iké, tenang.” Fliker
memberi isyarat dengan kedua tangannya agar pemuda berambut merah itu tidak
emosi.
“Aku yang meminta secara khusus
agar kamu diikutsertakan untuk tugas ini Iké.” Tuan Kelvor mencoba menenangkan.
Iké menatap laki-laki separuh
baya itu. Wajahnya tegas, namun matanya sedikit sayu. Dengan tubuh yang masih
tegap banyak yang mengira Tuan Kelvor masih berumur 40 tahunan, padahal dia
sudah berumur hampir 70 tahun.
Masih tidak terima, Iké
menggeleng berkali-kali. Sangat tidak masuk akal baginya jika dia harus
diikutkan membantu Fliker menyelidiki keanehan yang terjadi di desa Edberton,
desa nelayan, yang berjarak sekitar dua hari satu malam perjalanan dari kota
Latheer. Bukan karena dia takut dengan kabar burung yang mengatakan ada seekor
krezyzure, binatang ganjil, berbentuk ikan raksasa yang membuat para nelayan
takut tapi karena untuk menuju desa nelayan itu, mereka harus menaiki KERETA,
benda yang sangat terlarang bagi dirinya.
“Kenapa kalian tidak mengajak
Xavi saja?” Iké mencoba berdalih. Meski dia tahu sangat susah untuk menolak
ajakan Tuan Kelvor dan juga Fliker. Orang tua nakal itu saja memiliki sihir
pengendali pikiran, di tambah dengan kakek tua yang mempunyai sihir pengendali
perasaan, pasangan yang serasi untuk membuat dia menerima tugas ini pada
akhirnya.
“Aku sudah mengajak Exavius, dan
dia setuju. Aku juga sudah menanyakan siapa yang bisa aku ajak ke desa
Edberton, dan dia mengusulkan kamu. Dia bilang kamu paling cocok untuk tugas
ini.” kata Fliker sambil mengelus-elus dagunya yang ditumbuhi jenggot tipis.
Xavi menyarankan agar
aku ikut serta? batin Iké, hatinya tidak percaya. Bocah
ubanan itu tidak mungkin merekomendasikanku karena kemampuan, pasti ada rencana
busuk yang dipikirkan makhluk tertutup itu.pikirnya lagi.
Fliker dan Tuan Kelvor menatap
Iké yang sedang bergumul dengan pikirannya sendiri.
Atau dia memang sengaja
menyarankan aku, agar aku menolak dan besok akan jadi bahan tertawaan karena
aku tidak berani menghadapi ikan pemakan manusia itu. Iké bergumam
tidak jelas, membuat kedua orang di hadapannya mengernyitkan dahi.
“Aku ikut!” teriak Iké tiba-tiba,
membuat Tuan Kelvor dan Fliker sedikit tersentak.
“Biar aku tunjukkan pada si
pongah itu kalau aku tidak bisa di anggap remeh.” tegas Iké membuat Tuan Kelvor
semakin mengernyitkan dahi, sementara Fliker tersenyum masam tidak mengerti
jalan pikiran anak kecil ini.
+++++
Iké berjalan dengan gagah sambil
membawa kantung kain yang bisa dibawa dipunggung, pemberian Paman Eriol.
Dilihatnya Exavius yang berjalan sedikit didepannya hanya membawa kantung air
minum dari kulit hewan. Hari ini dia merasa lebih hebat dari Exavius karena dia
menerima tantangan tidak langsung yang diberikan rivalnya itu meski perutnya
tidak karuan karena menaiki kereta dari rumah panti asuhan.
Bagaikan seorang pahlawan yang
baru saja memenangkan pertempuran, Iké berjalan memasuki guild. Pintu yang sudah dibuka sedikit oleh Exavius,
dengan keras dia dorong lagi sehingga menarik perhatian semua yang ada di dalam
ruang depan Sothale Circle. Seperti tidak melakukan apa-apa dia tetap berjalan
menuju koridor, dia tersenyum penuh kemenangan saat Exavius menepuk dahinya
sendiri.
Iké berdiri di depan pintu
ruangan Tuan Kelvor, menunggu Exavius mendekat. Dengan mantap dia mengetok
pintu saat Exavius berjarak tiga langkah darinya.
“Iké dan Xavi datang untuk
melapor!” teriak Iké dari luar.
“Silakan masuk!” suara berat dan
serak Tuan Kelvor menyahut dari dalam.
Iké membuka pintu, kali ini
dengan perlahan. Di dalam dia melihat Tuan Kelvor sedang duduk di kursi
belakang meja dan Fliker juga sedang duduk di kursi depan meja kakek tua itu.
Fliker mengenakan jaket panjang merah tua dan topi kesukaannya, di samping
kursinya bersandar sebuah kantong hitam besar. Sepertinya Fliker juga sudah
bersiap.
“Kapan kita berangkat?” kata Iké
tanpa basa-basi. Sementara Exavius dengan tenang duduk di kursi tamu yang ada
beberapa kaki dari meja Tuan Kelvor.
“Duduklah dulu Iké, kita masih
menunggu kedatangan seseorang lagi.” kata Fliker sambil menyuruh Iké duduk di
dekat Exavius. Namun pemuda pencipta api itu tidak sudi duduk di dekat Exavius,
dia lebih memilih untuk bersender di dekat pintu masuk setelah meletakkan tas
punggungnya di lantai.
Baru saja Iké menyandarkan
punggungnya, suara langkah kaki orang berlari terdengar dari luar.
“Iké, aku pikir sebaiknya kamu
tidak berada di si-“ belum sempat Fliker menyelesaikan kalimatnya, pintu dibuka
dengan keras sehingga daun pintu itu dengan cepat terbuka dan melayang keras
tepat menjepit Iké.
“Maafkan aku Tuan Kelvor dan Tuan
Fliker, aku terlalu lama menyiapkan barang-barangku sehingga aku lupa waktu.”
seorang gadis yang sebaya dengan Iké masuk dan menunduk berkali-kali.
Iké mendorong pintu dengan wajah
yang lebam, dia sudah berniat memarahi habis-habisan siapa saja pelakunya.
Namun setelah melihat gadis muda berambut ikal coklat yang sedang meminta maaf,
dia mengurungkan niatnya.
“Kamu tidak terlambat Rein.” kata
Fliker sambil berdiri dari kursi.
“Tapi sebaiknya kamu meminta maaf
kepada pemuda yang menderita karena ketergesa-gesaanmu.” tambah Fliker lagi
sambil menunjuk ke arah Iké.
Gadis itu membalikkan badan dan
terkejut, Iké sekarang bisa melihat wajah gadis berkulit putih itu. Mata hijau
jamrud itu sempat mempesona dirinya beberapa saat. Satu hal yang dia sesali
adalah dia tidak berpengalaman dengan gadis cantik, dia pasti akan gagap jika
berbicara serius dengan gadis secantik dia. Satu-satunya gadis yang bisa dia
ajak berbicara serius dengan normal adalah Irene tapi dia tidak menganggap
Irene cantik karena gadis itu galak.
“Aah-“ Rein berteriak kecil
begitu menyadari kesalahannya. Dengan panik gadis yang tinggi badannya hampri
sama dengan Iké itu langsung menunduk dan meminta maaf.
“Eh, sudah. Sudahlah, aku tidak
apa-apa.” Iké menjadi salah tingkah. Dia paling tidak bisa meladeni gadis dalam
situasi seperti ini.
“Cukup Rein.” Tuan Kelvor kali
ini berbicara. Sambil berjalan mendekat dia melanjutkan, “Rein perkenalkan
teman-teman yang akan membantu tugas kali ini.”
“Loriké Mortés, dan Exavius.”
Tuan Kelvor memperkenalkan ketiga remaja itu.
“Panggil aku Iké.” kata Iké
tersenyum.
“Rein juga sama seperti kalian,
seroang penyihir. Dia adalah seorang pengendali binatang dari kerajaan
Fletchia.” Tuan Kelvor mempersilakan Rein untuk duduk di bangku panjang
dekat Exavius duduk.
“Rein sudah cukup berpengalaman
dalam menangani kreyzure, apalagi yang berukuran raksasa.
Jadi dia akan sangat membantu jika makhluk besar itu tidak perlu dibunuh.” kata
Tuan Kelvor.
“Meskipun begitu, ini adalah
pertama kalinya kalian bekerja dalam satu kelompok. Aku harapkan kalian bisa
bekerja sama dengan baik. Dan tidak perlu memaksakan diri dalam pekerjaan ini,
nyawa kalian lebih berharga. Ingat itu!” tegas Tuan Kelvor.
“Hoi kakek, sebenarnya makhluk
itu harus kami tangkap atau kami musnahkan?” Iké masih tidak mengerti dengan
pekerjaan ini.
“Aku lebih menyukai jika kreyzure pengganggu itu dihabisi saja tapi Estishia, guild
penyihir di kerajaan Fletchia mengharapkan agar makhluk itu ditangkap
hidup-hidup karena akan sangat berguna bagi mereka jika bisa meneliti kreyzure-kreyzure aneh dan langka.”
Cih! Iké
mengumpat dalam hati. Buat apa sih meneliti makhluk buas segala.
Lebih mudah jika langsung habisi saja kreyzure itu. Meski mengomel
dalam hati, Iké tidak berani membantah.
“Baiklah, akan lebih baik jika
kita berangkat sekarang sehingga kita mempunyai waktu untuk bersitirahat lebih
dahulu di Edberton.” kata Fliker sambil mengambil barang bawannya.
Exavius yang sedari tidak banyak
bicara dengan tenangnya melangkah keluar dari ruangan. Iké melengos melihat
Exavius yang sama sekali tidak peduli, bahkan kepada Rein yang sedikit
kewalahan membawa barang-barang bawaan. Dia menunggu Rein berjalan terlebih
dahulu dan berjalan menjajarinya.
Di luar bangunan guild, sebuah kereta dengan empat kuda sudah menunggu.
Exavius sudah berada di dalam kereta, Rein sedikit berlari. Iké merasa gadis
itu sedikit tertarik dengan Exavius, sedari tadi Rein banyak bertanya tentang
pemuda ubanan itu. Rasa iri menyusup di dalam dadanya.
“Kamu siap Iké?” tanya Fliker
yang tiba-tiba sudah menjajari Iké.
Iké menoleh ketus pada laki-laki
yang jahil itu.
“Memangnya kenapa?” Iké balik
bertanya.
“Itu!” tunjuk Fliker ke arah
kereta kuda.
Iké langsung tersentak kaget,
bagaimana dia bisa melupakan hal yang sangat penting baginya itu. Alat
transportasi yang akan setia menemaninya selama dua hari.
Dalam keterpanaannya, Iké melihat
tangan Fliker yang siap untuk dijentikkan tepat di depan hidungnya. Belum
sempat dia melakukan apa-apa, Fliker menjentikkan jarinya. Suara dan gerakan
jentikkan tangan Fliker adalah hal yang terakhir dia lihat sebelum semua
menjadi gelap.
+++++
Fliker memanggul Iké di bahu
kanannya, beruntung bocah itu tidak terlalu berat. Meski sedikit kesusahan dia
bisa membawa barang bawaannya dan pengendali api itu ke dalam kereta.
“Apa yang kamu lakukan?” Rein
tidak mengerti.
“Oh, tidak apa-apa. Aku hanya
menidurkannya.” jawab Fliker sambil meletakkan Iké dan kantung besarnya di
kursi kereta. “Tolong jaga dia.” lanjut nya smbil berpindah ke depan untuk
mengendalikan kuda.
“Tenang, si bodoh itu lebih baik
dibeginikan. Ini buat kebaikan dia sendiri.” kata Exavius pada Rein yang masih
kebingungan.
=====
0 comments:
Post a Comment