BR - Act 2


Tsurai memegang dadanya, serangan dari Andravus mengenai dirinya meski tidak secara langsung. Beruntung dia sempat memunculkan sulur-sulur dari tanah di depannya untuk melindungi, meski tidak sepenuhnya berhasil membendung serangan dari Andravus. Dilihatnya Smith menyerang Andravus yang ingin menyerang dia lagi, pertempuran tiga arah ini sedikit membuat dia terbantu. Walau pada akhirnya dia tetap akan dihajar kembali oleh salah satu dari mereka. 

Tsurai menatap gelang tanda peserta di tangan kirinya, dia sudah berusaha menutupi gelang itu agar tidak diketahui kandidat lain. Namun secara sihir, gelang itu akan bereaksi terhadap gelang lawan yang berada dalam jarak tertentu. 

Suara raungan terdengar, membuyarkan lamunan Tsurai. Dia menatap jauh ke samping kirinya, Smith memanggil seekor makhluk buas dengan menggunakan sihir pemindah ruangnya. Entah hewan apa itu dia tidak mengetahui dengan jelas, yang dia tahu makhluk itu besarnya hampir lima kali orang dewasa, dan tidak memakan tumbuh-tumbuhan karena semua giginya runcing dan tajam khas makhluk pemakan daging.

“Uhuk uhuk.” Tsurai terbatuk, sedikit darah muncrat. Pukulan tadi mulai terasa sangat menyakitkan di dadanya.

Pikirannya meragu, melarikan diri atau meneruskan pertarungan ini. Tsurai berdiam sambil mengamati pertarungan satu lawan satu antara Smith dan Andravus. Lama akhirnya dia memutuskan untuk bersembunyi dan memulihkan diri, tidak aka nada yang menyebutnya pengecut pada pertarungan yang menghalalkan semua cara ini.

Dengan sisa tenaga Tsurai membaca mantra sihir dan menempelkan kedua telapak tangannya di permukaan tanah. Tidak sampai lima kedipan mata, tanah di sekitarnya bergetar dan tunas-tunas hijau kecil muncul. Semakin tinggi dan berubah menjadi batang-batang pohon kecil yang mengelilingi dirinya. Dan dengan cepat saling melilit dan membungkus tubuhnya bagaikan sebuah cangkang telur.

Tsurai tidak mengetahui lagi apa yang terjadi diluar sana, hanya gerakan kecil dari tumbuhan ini yang dia rasakan. Bergerak turun masuk ke dalam tanah, sebuah batang pohon menyeruak masuk ke tengah ruangan di dalam dan memunculkan bunga yang berbentuk seperti bunga sedap malam, hanya saja bunga itu memancarkan cahaya. 

Satu batang lagi menyeruak dan memunculkan bunga yang bentuknya hampir sama, hanya saja bunga ini tidak memancarkan cahaya. Tsurai menarik pelan bunga itu, perlahan agar tidak perlepas dari batangnya. Jika terlepas, maka hidupnya bisa terancam, karena bunga itulah yang membuatnya bisa bernafas seperti biasa. Begitu dia mendekatkan bunga pada hidung dan mulutnya, dengan cepat kelopak-kelopak bunga menempel erat di bagian wajahnya sehingga dia tidak perlu memegang bunga itu terus menerus.

Tidak lama setelah itu, Tsurai merasakan tetesan-tetesan air berjatuhan dari batang-batang pohon. Proses untuk menyembuhkan diri sudah dmulai, dia memposisikan tubuhnya sedemikian rupa. Air semakin deras hingga memenuhi dalam ruangan itu. 

Tsurai menutup matanya, dan membiarkan sari air dari pepohonan menyembuhkan dirinya selama dia bersembunyi di dalam sihir pohon ini.

*****

“Cih, hebat juga ternyata kamu Andravus.” Smith menggeram sambil mengerahkan kekuatan untuk mengendalikan binatang buas yang entah apa namanya. 

“Jangan pernah meremehkan lawanmu, Tuan Smith!” balas Andravus dengan kernyitan di dahi. Menandakan dia juga sama memaksakan dirinya untuk mengimbangi lawan.

Andravus mengeratkan kepalan tangannya untuk semakin mengeratkan sulur-sulur tanaman yang mengikat binatang milik Smith. Sementara sang pengendali berada jauh di belakang sana, jauh dari jangkauan sihirnya.
“Baru kali ini ada orang yang bisa menghentikan gerakan Zekiel.” teriak Smith dari kejauhan.

“Mungkin karena memang tidak ada yang pernah bertarung denganmu Tuan Smith!” jawab Andravus sambil mencoba mencari cara agar Zekiel bisa tumbang atau dipulangkan oleh pengendalinya.

Kekuatan, dia memerlukan kekuatan lebih. Andravus melirik ke ikat pinggangnya. Isi dalam kantung kecil berwarna coklat muda yang dia ikatkan di ikat pinggangnya adalah sesuatu yang dia perlukan. Ya, Jangseng itu akan memberinya kekuatan lebih tapi untuk meraihnya, dia harus melepaskan salah satu tangannya dari pengendalian sulur. 

Andravus tidak bisa menunggu lama lagi, tangannya mulai terasa nyeri dan pegal. Dengan satu gerakan, dia mencoba menjatuhkan Zekiel ke belakang. Seluruh kekuatannya dia pertaruhkan, dan rencananya berhasil. Zekiel terjatuh ke belakang dengan Smith yang tersentak mundur ke belakang seperti orang yang menarik tambang dengan kuat kemudian putus dengan tiba-tiba.

Dengan cepat Andravus mengambil kantung berisi jangseng penguat tenaga dan penambah stamina, di dalamnya terdapat delapan-sembilan bola-bola yang seukuran bola mata manusia. Berwarna coklat agak kehijauan, ramuan yang sudah dia racik sendiri. Satu buah bola dengan cepat dia keluarkan dan memakannya tanpa dikunyah. 

Mundur sedikit Andravus mengatur jarak dengan Zekiel yang berhasil berdiri, dia masih memerlukan sedikit waktu lagi agar pil itu bekerja. Perlahan, dia merasakan hawa hangat mengalir dari perutnya, menjalar ke bagian tubuh yang lain. Tubuhnya merasa santai tapi sekaligus berapi-api, seperti ada luapan energi yang bersiap untuk diledakan keluar.

Andravus mengatur rencana, untuk menghentikan Zekiel berarti dia juga harus menghentikan Smith. Permasalahannya adalah Smith selalu menjaga jarak dengan dia, kemampuan untuk mengendalikan binatang buas dari kejauhan merupakan keuntungan bagi Smith. Zekiel adalah pelindung bagi lawannya itu, sangat merepotkan untuk bisa mendekati Smith. Akhirnya dia mencoba untuk memanfaatkan pepohonan yang berada tidak jauh dari Smith berdiri.

Zekiel melesat menuju dirinya, Andravus yang sudah kembali tenaganya dengan cepat memanggil sulur-sulur dari dalam tanah. Berbeda dengan sebelumnya, sulur kali ini sangatlah besar, diameternya hampir sebesar tubuh orang dewasa, dan jumlahnya tepat sepuluh. Mantra yang tepat untuk melawan Zekiel.

Andravus memainkan jemarinya sebagai pengendali sulur-sulur tersebut, sepuluh jari untuk sepuluh sulur. Tidak butuh waktu lama baginya untuk mencengkeram Zekiel dengan sulur-sulurnya. Sepuluh sulur itu tanpa ampun membungkus tubuh raksasa Zekiel. 

Andravus mengatupkan kedua tangannya, memerintahkan sulur-sulur untuk menekan Zekiel lebih lagi. Dia merasakan Zekiel masih bisa melawan dari belitan sulur-sulurnya. Dalam satu hentakan tangan, dia menambahkan kekuatan sihir pada sulur-sulurnya. Ratusan duri-duri tajam seukuran pedang muncul dari badan sepuluh sulur, menusuk Zekiel yang berada di dalam tanpa ampun. Dua kedipan mata berlalu, dia tidak lagi merasakan adanya perlawanan dari Zekiel. 

Perlahan sulur-sulur melepasakan belitannya seiring dengan Andravus yang membuka tangan. Tubuh Zekiel penuh dengan luka tusuk yang jumlahnya tidak terhitung. Namun tidak cukup disitu, dia langsung menyerang Smith dengan menembakkan duri-duri dari sepuluh sulur. Seiring dengan ratusan duri besar melesat menuju Smith, dia juga menerjang mendekati Smith. sang Penjagal tidak boleh dibiarkan memanggil kembali binatang buasnya.

Duri-duri berhasil Smith hindari, Andravus tidak bisa mengendalikan arah duri-duri tersebut. Tujuannya memang tidak untuk merobohkan Smith tapi untuk memojokkan dia ke pepohonan yang ada di belakang lawannya itu. 

Andravus berhasil mengecoh Smith, pria bertubuh agak tambun itu menghindar ke arah pepohonan. Dia segera membaca sihir, dan empat-lima kedipan mata kedua belah tangannya mengeras seperti batang kayu dengan bagian jemari mengatup menjadi satu dan berubah menjadi runcing, seperti ujung pasak. Tersenyum menyeringai dia melihat Smith yang mengeryitkan dahi.

Kedua tangan yang berubah menjadi batang runcing itu Andravus ayunkan, dan masing-masing tiga batang kecil yang tajam di bagian ujungnya melesat ke arah Smith dari sepasang tangan kayunya. Belum lagi serangan-serangan pasak kayu tesebut mengenai lawan, dia langsung melemparkan kembali batang-batang tajam itu sebanyak empat kali. Berusaha untuk membuat Smith kerepotan.

Begitu Smith menghindar, Andravus melesat dan menyerang Smith dengan tangan kayunya seperti sepasang pedang. Pada awalnya, sang lawan hanya menghindar namun saat dia melancarkan serangan bertubi-tubi akhirnya Smith mengambil pedang jagal dari balik punggungnya. Satu ayunan pedang dari Smith dia tangkis dengan bagian kayu tangan kirinya.

Andravus mencengkeram pedang penjagal dari Smith dengan memunculkan sulur-sulur dari tangan kirinya. Pedang lawan terikat, kesempatan baginya untuk menusuk perut bagian kiri tubuh Smith yang tidak terlindungi. Dan dalam satu kedipan mata, tangan kanannya tepat menusuk perut Smith. 

“Maafkan saya Tuan Smith. Tapi saya membutuhkan lebih banyak kekuasaan untuk membiakkan jangseng-jangseng saya. Jangan anggap ini masalah pribadi.” seringai Andravus.

Dilihatnya Smith hanya tersenyum dengan mulut mengeluarkan darah.

“Tidak Andravus, aku tidak akan menganggap ini masalah pribadi. Karena aku yang akan mengakhirimu!” lantang Smith.

Andravus terperanjat menyadari ini ternyata adalah perangkap. Namun terlambat, saat dia hendak melesat mundur, tiga pasang tangan muncul dari samping badan Smith dan langsung memeluknya dengan erat. sangat erat hingga wajah mereka hampir bersentuhan. Dan tidak hanya itu, pipi Smith tiba-tiba sobek melintang dan hal terakhir yang dia lihat adalah mulut Smith terbuka lebar, sangat lebar.

*****

“Kamu sendiri yang bilang Andravus. Jangan pernah meremehkan lawanmu.” sebuah suara berucap. Di belakangnya Kika berdiri mematung dengan tatapan kosong. 

“Nah, sekarang Kika. Tolong patuhi perintah dari Tuan Smithmu ini ya?” katanya sambil berpaling menatap Kika yang mengangguk berkali-kali.

#####

0 comments:

Post a Comment