Airill berdiam, menunduk serendah
mungkin untuk mengurangi asa yang terhirup bersamaan nafasnya. Matanya tajam
mencoba melihat pemandangan di balik kobaran api. Nyala merah tidak membuatnya
ragu untuk menatap siluet di seberang sana. Penting baginya untuk mengetahui
posisi kreyzure sang Amperis, melemparkan batang-batang
pohon itu membantu dan memudahkan dirinya.
Suara derik kayu yang terbakar
semakin kencang, mendekat ke arah Airill. Panas sudah tak terkira, lebih dari
jika berjalan di padang pasir saat siang terik tapi bau bangkai busuk yang
terbakar yang lebih mengganggunya. Dia tidak menduga kalau sang Amperis
mempunyai kemampuan hebat, sesuatu yang bisa fatal baginya bila tidak
mengetahui ini. Perhitungan bisa meleset, nyawanya bisa berakhir di sini.
Airill mengernyitkan dahi,
berusaha berkonsentrasi pada rencana yang baru saja dia buat, mengubah rencana
lama karena serangan api sang makhluk. Menyerang sang Amperis dengan serangan
beruntun yang cepat, tidak memberikan kesempatan pada kemampuan
penyembuh-diri-cepat sang kreyzure untuk lebih dahulu
bekerja. Kecepatan adalah sesuatu yang dia miliki, dengan pedang kesayangan
sekarang sudah berada dalam genggaman, dia yakin tidak ada lagi yang bisa
menghalanginya untuk membinasakan makhluk itu.
Tiba-tiba beberapa batang kayu
menerobos dari tirai api, melesat dari arah seberang. Hanya beberapa depa dari
atas kepala Airill. Menjadi semakin terkejut saat dua tiga batang pohon kembali
dilemparkan, namun kali ini jauh dari tempatnya berada. Dia tersenyum kecil,
memahami apa yang terjadi. Saat yang dia tunggu-tunggu akhirnya tiba, sang
Amperis mulai kembali emosi.
Airill menunggu dengan sabar
sambil berhati-hati agar tidak terkena lemparan tak beraturan dari keryzure Amperis. Tujuh belas batang pohon besar tidak
berhasil mengenai dirinya, hanya satu dua yang nyaris mengenainya. Dia bisa
mendengar sang makhluk mulai terengah-engah di antara suara derik kayu yang
terbakar.
Siluet hitam di balik kobaran api
terlihat diam, mematung seakan sedang berpikir. Airill menarik nafas dalam,
sudah saatnya dia membinasakan sang makhluk, tidak ada gunanya untuk lebih
berlama di dalam hutan api dan bangkai busuk ini. Mengambil kuda-kuda kuat, dia
melompat dan menerjang menerobos kobaran api. Dengan satu kali lompatan, dia
berhasil melintasi belasan kaki dan melayang tepat di samping sosok kreyzure Amperis.
Satu tebasan cepat mendarat di
kepala sang Amperis, memotong salah satu tanduk dan sebelah matanya. Tubuh
Airill sedikit menurun akibat gravitasi, namun dua tebasan dengan cepat dia
lancarkan. Tebasan yang melukai leher dan memutuskan tangan kanan sang kreyzure. Dan sebuah tebasan memanjang ke bawah dari
pinggang dia torehkan.
Amperis bereaksi, namun kalah
cepat dengan gerakan Airill. Begitu mendarat, sang prajurit bayaran dengan
cepat melompat ke atas hingga melebihi kepala sang Amperis. Dia bisa melihat
luka besar di kepala sang makhluk mulai perlahan menutup. Sesegera mungkin dia
menebas dengan kuat kepala Amperis, satu ayunan dengan semua tenaga yang dia
punya untuk membelah dua sang kreyzure.
Pedangnya yang sangat tajam
terasa berat dan sedikit tersendat, tulang-tulang kreyzure Amperis sepertinya
lebih kuat dari tulang beberapa makhluk atau manusia yang pernah dia tebas.
Sedikit butuh waktu untuk membelah dua sang makhluk, tapi tercapai juga meski
sebagian ekor tidak ikut terbelah.
Airill mendarat, darah tersembur
dari belahan tubuh sang Amperis. Kental, busuk dan kehitam-hitaman. Dia menutup
mata dan mulutnya, khawatir kalau darah itu mengandung sesuatu yang bisa
berbahaya bagi organ dalamnya. Potongan tubuh itu akhirnya jatuh berdebam ke
arah yang berbeda.
Sang pengawal bayaran tidak
berdiam diri, potongan-potongan itu perlahan memperbaiki tiap-tiap sel yang
rusak, mencoba untuk menyatukan diri kembali. Airill melompat masuk kembali ke
dalam hutan api. Dengan beberapa tebasan, dia memotong beberapa pohon yang
jaraknya dekat dengan bangkai sang Amperis. Beberapa batang yang terbakar dia
lemparkan tepat ke tubuh makhluk itu. Dia juga melemparkan beberapa batang
pohon yang belum terbakar di dekat bangkai. Dengan sabar dia melakukan
berulang-ulang, sampai makhluk tersebut tidak lagi mampu untuk menyembuhkan
diri.
Airill kembali melompat ke atas,
dia tidak menemukan seorang pun di sana. Lengang, sepi tanpa ada suara. Angin
mengibarkan kain-kain dan bendera, menghembuskan sedikit debu dan pasir. Hanya
mayat-mayat prajurit yang tersisa. Tiba-tiba sebuah suara dari belakang
mengagetkannya, suara yang dia kenal. Dia melompat ke depan menjauh dari asal
suara.
Tuan Berdel berdiri tegak, tanpa
sedikitpun terlihat bekas luka. Airill memicingkan mata, mencoba mempercayai
penglihatannya. Otaknya berpikir keras, namun dia akhirnya sadar. Tidak ada
yang mustahil di masa sekarang, orang berubah menjadi keyzure, pohon pemakan manusia. Cih, kenapa aku
harus berhadapan dengan masa-masa seperti ini sih gumamnya.
Airill menyiagakan pedang, namun
dia berusaha untuk mengulur waktu. Mencoba mengorek keterangan tentang apa yang
terjadi. Misinya adalah untuk menghancurkan pemerintahan di kota ini.
Pikiran Airill teringat pada saat
pertama kali dia menyelesaikan misi pertama sebagai seorang prajurit bayaran.
Salah seorang dari anggota kerajaan memanggilnya, meminta sesuatu yang mustahil
dia tolak. Penawaran yang sebanding dengan hadiah yang akan dia terima, lama
dia memutuskan untuk mengambil peran itu. Namun tawaran yang menggiurkan tidak
dapat dipungkiri hatinya.
"Baiklah, aku akan
membumihanguskan semua yang terkait di pemerintahan kota Katel. Mulai dari
Gubernur sampai penduduk yang menjadi pengikutnya. Akan lebih mudah jika aku
membunuh mereka semua tanpa harus bertanya." Airill menyalakan rokoknya.
"Jangan, jangan kamu bunuh
mereka sebelum kamu mengetahui sesuatu di balik hal ini. Mungkin ada sebuah
petunjuk bagiku, petunjuk bagiku untuk menggerakan kerajaan yang lama tertidur
dalam damai ini!" sang penyewa berdalih, meminta agar Airill memberikan
informasi yang cukup buat dirinya. Airill menggangguk paham dan berlalu sambil
membawa kontrak perjanjian mereka.
"Jadi Tuan Berdel, apa kamu
berhasil menemukan kekuatan dari pohon busuk itu juga?! Sepertinya kamu
mengetahui lebih banyak daripada pimpinanmu itu?!" Airill memutar-mutar
pedangnya sambil berjalan mendekati dinding batu, matanya tidak menatap lawan
bicara melainkan menatap ukiran-ukiran di dinding.
"Aku memang mengetahui lebih
banyak tentang pohon itu-" Tuan Berdel menekankan pada kata memang. Dia
melangkah ke dinding yang sama dengan yang dituju Airill, namun jarak mereka
tidak semakin dekat. Mereka berbicara sambil menikmati ukiran-ukiran di
dinding.
"Tapi aku adalah Sang
Amperis!" tegasnya. Dengan nada ringan dia melanjutkan, "Orang yang
kamu binasakan bukanlah Sang Amperis yang sebenarnya, dia adalah makhluk
percobaan yang aku buat. Untuk melihat seberapa jauh pohon pemakan manusia
mampu memberikan kekuatan dan bagaimana efek samping dari penggunaannya. Hanya
sebuah percobaan sederhana." Tuan Berdel atau Sang Amperis sejati tertawa
kecil.
Airill terkejut, tapi tidak lebih
terkejut. Dia sudah menduga kemungkinan-kemungkinan yang lebih parah. Walau dia
akui dia terkejut kalau Sang Amperis sudah tahu lebih lama tentang kemampuan
pohon pemakan manusia.
"Lihatlah Tuan Airill!"
Amperis mengarahkan Airill untuk melihat lukisan para Dewa.
"Mereka tidak jauh berbeda
dengan kita, rupa yang sama, perawakan yang sama. Inland seperti kita. Apa yang membuat mereka menjadi dewa? Apa yang menjadikan mereka
hingga pantas disembah dan dipuja?" Amperis menoleh ke arah Airill yang
sesaat kemudian balas menatapnya.
"Kekuatan! Keabadian!
Sesuatu yang bisa dengan mudah aku dapatkan dari pohon-pohon pemakan manusia.
Sesuatu yang bisa membuatku juga menjadi Dewa!" suara Amperis menjadi
lantang. Tawanya yang penuh kegelapan terdengar sumbar di telinga Airill.
"Ya, aku setuju!" sahut
Airill pelan. Sesaat dia memejamkan mata, kemudian seraya membuka mata dan
menatap Amperis dengan tatapan membunuh ia melanjutkan, "Kamu sama seperti
para dewa!" Airill menggertakkan giginya.
"Dengan mudahnya
mengorbankan nyawa manusia!" geram Airill. Kesumatnya terhadap para dewa
kembali memuncak, sesuatu yang dia pendam berpuluh-puluh tahun kini mulai
menemukan celah untuk menunjukkan diri.
#####
0 comments:
Post a Comment