Airill – Chapter 8


Airill berdiam, menunduk serendah mungkin untuk mengurangi asa yang terhirup bersamaan nafasnya. Matanya tajam mencoba melihat pemandangan di balik kobaran api. Nyala merah tidak membuatnya ragu untuk menatap siluet di seberang sana. Penting baginya untuk mengetahui posisi kreyzure sang Amperis, melemparkan batang-batang pohon itu membantu dan memudahkan dirinya.

Suara derik kayu yang terbakar semakin kencang, mendekat ke arah Airill. Panas sudah tak terkira, lebih dari jika berjalan di padang pasir saat siang terik tapi bau bangkai busuk yang terbakar yang lebih mengganggunya. Dia tidak menduga kalau sang Amperis mempunyai kemampuan hebat, sesuatu yang bisa fatal baginya bila tidak mengetahui ini. Perhitungan bisa meleset, nyawanya bisa berakhir di sini.

Airill mengernyitkan dahi, berusaha berkonsentrasi pada rencana yang baru saja dia buat, mengubah rencana lama karena serangan api sang makhluk. Menyerang sang Amperis dengan serangan beruntun yang cepat, tidak memberikan kesempatan pada kemampuan penyembuh-diri-cepat sang kreyzure untuk lebih dahulu bekerja. Kecepatan adalah sesuatu yang dia miliki, dengan pedang kesayangan sekarang sudah berada dalam genggaman, dia yakin tidak ada lagi yang bisa menghalanginya untuk membinasakan makhluk itu.

Tiba-tiba beberapa batang kayu menerobos dari tirai api, melesat dari arah seberang. Hanya beberapa depa dari atas kepala Airill. Menjadi semakin terkejut saat dua tiga batang pohon kembali dilemparkan, namun kali ini jauh dari tempatnya berada. Dia tersenyum kecil, memahami apa yang terjadi. Saat yang dia tunggu-tunggu akhirnya tiba, sang Amperis mulai kembali emosi.

Airill menunggu dengan sabar sambil berhati-hati agar tidak terkena lemparan tak beraturan dari keryzure Amperis. Tujuh belas batang pohon besar tidak berhasil mengenai dirinya, hanya satu dua yang nyaris mengenainya. Dia bisa mendengar sang makhluk mulai terengah-engah di antara suara derik kayu yang terbakar.

Siluet hitam di balik kobaran api terlihat diam, mematung seakan sedang berpikir. Airill menarik nafas dalam, sudah saatnya dia membinasakan sang makhluk, tidak ada gunanya untuk lebih berlama di dalam hutan api dan bangkai busuk ini. Mengambil kuda-kuda kuat, dia melompat dan menerjang menerobos kobaran api. Dengan satu kali lompatan, dia berhasil melintasi belasan kaki dan melayang tepat di samping sosok kreyzure Amperis.

Satu tebasan cepat mendarat di kepala sang Amperis, memotong salah satu tanduk dan sebelah matanya. Tubuh Airill sedikit menurun akibat gravitasi, namun dua tebasan dengan cepat dia lancarkan. Tebasan yang melukai leher dan memutuskan tangan kanan sang kreyzure. Dan sebuah tebasan memanjang ke bawah dari pinggang dia torehkan.

Amperis bereaksi, namun kalah cepat dengan gerakan Airill. Begitu mendarat, sang prajurit bayaran dengan cepat melompat ke atas hingga melebihi kepala sang Amperis. Dia bisa melihat luka besar di kepala sang makhluk mulai perlahan menutup. Sesegera mungkin dia menebas dengan kuat kepala Amperis, satu ayunan dengan semua tenaga yang dia punya untuk membelah dua sang kreyzure.

Pedangnya yang sangat tajam terasa berat dan sedikit tersendat, tulang-tulang kreyzure Amperis sepertinya lebih kuat dari tulang beberapa makhluk atau manusia yang pernah dia tebas. Sedikit butuh waktu untuk membelah dua sang makhluk, tapi tercapai juga meski sebagian ekor tidak ikut terbelah.

Airill mendarat, darah tersembur dari belahan tubuh sang Amperis. Kental, busuk dan kehitam-hitaman. Dia menutup mata dan mulutnya, khawatir kalau darah itu mengandung sesuatu yang bisa berbahaya bagi organ dalamnya. Potongan tubuh itu akhirnya jatuh berdebam ke arah yang berbeda.

Sang pengawal bayaran tidak berdiam diri, potongan-potongan itu perlahan memperbaiki tiap-tiap sel yang rusak, mencoba untuk menyatukan diri kembali. Airill melompat masuk kembali ke dalam hutan api. Dengan beberapa tebasan, dia memotong beberapa pohon yang jaraknya dekat dengan bangkai sang Amperis. Beberapa batang yang terbakar dia lemparkan tepat ke tubuh makhluk itu. Dia juga melemparkan beberapa batang pohon yang belum terbakar di dekat bangkai. Dengan sabar dia melakukan berulang-ulang, sampai makhluk tersebut tidak lagi mampu untuk menyembuhkan diri.

Airill kembali melompat ke atas, dia tidak menemukan seorang pun di sana. Lengang, sepi tanpa ada suara. Angin mengibarkan kain-kain dan bendera, menghembuskan sedikit debu dan pasir. Hanya mayat-mayat prajurit yang tersisa. Tiba-tiba sebuah suara dari belakang mengagetkannya, suara yang dia kenal. Dia melompat ke depan menjauh dari asal suara.

Tuan Berdel berdiri tegak, tanpa sedikitpun terlihat bekas luka. Airill memicingkan mata, mencoba mempercayai penglihatannya. Otaknya berpikir keras, namun dia akhirnya sadar. Tidak ada yang mustahil di masa sekarang, orang berubah menjadi keyzure, pohon pemakan manusia. Cih, kenapa aku harus berhadapan dengan masa-masa seperti ini sih gumamnya.

Airill menyiagakan pedang, namun dia berusaha untuk mengulur waktu. Mencoba mengorek keterangan tentang apa yang terjadi. Misinya adalah untuk menghancurkan pemerintahan di kota ini. 

Pikiran Airill teringat pada saat pertama kali dia menyelesaikan misi pertama sebagai seorang prajurit bayaran. Salah seorang dari anggota kerajaan memanggilnya, meminta sesuatu yang mustahil dia tolak. Penawaran yang sebanding dengan hadiah yang akan dia terima, lama dia memutuskan untuk mengambil peran itu. Namun tawaran yang menggiurkan tidak dapat dipungkiri hatinya.

"Baiklah, aku akan membumihanguskan semua yang terkait di pemerintahan kota Katel. Mulai dari Gubernur sampai penduduk yang menjadi pengikutnya. Akan lebih mudah jika aku membunuh mereka semua tanpa harus bertanya." Airill menyalakan rokoknya.

"Jangan, jangan kamu bunuh mereka sebelum kamu mengetahui sesuatu di balik hal ini. Mungkin ada sebuah petunjuk bagiku, petunjuk bagiku untuk menggerakan kerajaan yang lama tertidur dalam damai ini!" sang penyewa berdalih, meminta agar Airill memberikan informasi yang cukup buat dirinya. Airill menggangguk paham dan berlalu sambil membawa kontrak perjanjian mereka.

"Jadi Tuan Berdel, apa kamu berhasil menemukan kekuatan dari pohon busuk itu juga?! Sepertinya kamu mengetahui lebih banyak daripada pimpinanmu itu?!" Airill memutar-mutar pedangnya sambil berjalan mendekati dinding batu, matanya tidak menatap lawan bicara melainkan menatap ukiran-ukiran di dinding.

"Aku memang mengetahui lebih banyak tentang pohon itu-" Tuan Berdel menekankan pada kata memang. Dia melangkah ke dinding yang sama dengan yang dituju Airill, namun jarak mereka tidak semakin dekat. Mereka berbicara sambil menikmati ukiran-ukiran di dinding.

"Tapi aku adalah Sang Amperis!" tegasnya. Dengan nada ringan dia melanjutkan, "Orang yang kamu binasakan bukanlah Sang Amperis yang sebenarnya, dia adalah makhluk percobaan yang aku buat. Untuk melihat seberapa jauh pohon pemakan manusia mampu memberikan kekuatan dan bagaimana efek samping dari penggunaannya. Hanya sebuah percobaan sederhana." Tuan Berdel atau Sang Amperis sejati tertawa kecil.

Airill terkejut, tapi tidak lebih terkejut. Dia sudah menduga kemungkinan-kemungkinan yang lebih parah. Walau dia akui dia terkejut kalau Sang Amperis sudah tahu lebih lama tentang kemampuan pohon pemakan manusia. 

"Lihatlah Tuan Airill!" Amperis mengarahkan Airill untuk melihat lukisan para Dewa.

"Mereka tidak jauh berbeda dengan kita, rupa yang sama, perawakan yang sama. Inland seperti kita. Apa yang membuat mereka menjadi dewa? Apa yang menjadikan mereka hingga pantas disembah dan dipuja?" Amperis menoleh ke arah Airill yang sesaat kemudian balas menatapnya.

"Kekuatan! Keabadian! Sesuatu yang bisa dengan mudah aku dapatkan dari pohon-pohon pemakan manusia. Sesuatu yang bisa membuatku juga menjadi Dewa!" suara Amperis menjadi lantang. Tawanya yang penuh kegelapan terdengar sumbar di telinga Airill.

"Ya, aku setuju!" sahut Airill pelan. Sesaat dia memejamkan mata, kemudian seraya membuka mata dan menatap Amperis dengan tatapan membunuh ia melanjutkan, "Kamu sama seperti para dewa!" Airill menggertakkan giginya. 

"Dengan mudahnya mengorbankan nyawa manusia!" geram Airill. Kesumatnya terhadap para dewa kembali memuncak, sesuatu yang dia pendam berpuluh-puluh tahun kini mulai menemukan celah untuk menunjukkan diri.

#####

0 comments:

Post a Comment