Airill – Chapter 6


Airill mulai merasakan otot-otot tangan kanannya menegang, memutar kain merah tebal menjadi bola perisai pelindung membuat tangannya letih dan kram. Tapi jatuhnya Tuan Berdel belum membuat dia aman meskipun masih berada di dalam kain merah. Celah yang hanya muncul sesaat cukup bagi matanya yang masih awas untuk melihat keadaan di luar, puluhan prajurit pemanah masih menyerang dirinya walaupun Tuan Berdel telah tewas. Sementara dari arah lain, belasan prajurit dengan memakai tombak dan pedang mendekat.

Tidak ingin berlama, Airill menyentakan kain ke arah para pemanah. Dengan sepasang pistol di masing-masing tangan dia dengan cepat bisa menghabisi hampir separuh dari prajurit pemanah sebelum kain merah jatuh ke lantai.

Dengan cepat Airill melesat ke arah mayat Deztas berada, menyarungkan salah satu senjata apinya sehingga saat puluhan panah menyambar dirinya, dengan segera dia dapat mengangkat mayat Deztas untuk melindungi dirinya. Panah-panah menancap keras, dia bisa merasakan hentakan yang terjadi saat panah-panah itu menembus mayat Deztas.

Airill mengambil sebuah peledak berwarna merah bersumbu dari balik jubah, sambil menembak para pemanah dia menyelipkan peledak tersebut ke balik baju Deztas. Setelah itu dia melemparkan mayat Deztas ke arah kerumunan para prajurit sebelum panah-panah kembali mengejar dirinya. Para prajurit yang tidak mengetahui bahwa mayat Deztas sudah disisipkan peledak, hanya beranjak tidak terlalu jauh.
Tersenyum menyeringai, Airill menembak peledak yang berada di tubuh Deztas sesaat sebelum jatuh ke tanah. Tubuh Deztas meledak, mengamburkan percikan darah dan potongan tubuh ke segala arah, tidak hanya itu beberapa prajurit yang dekat dengan ledakan terpental pingsan dan terluka parah.

Para prajurit menatap Airill yang kembali memegang kedua senjata apinya, dengan tertawa keras dia menembak membabi buta sampai dia baru tersadar bahwa dia lupa mengisi peluru. Terlambat, bunyi senjata api tak berpeluru terdengar. 

Prajurit-prajurit yang tadi sempat panik dan berlarian, kini merasa mendapat angin segar. Terutama prajurit berpedang, mereka berlari sekuat tenaga menuju ke arah Airill. Kesempatan untuk mengepung dan membunuh orang yang telah menewaskan dua pimpinan mereka sekaligus.

Airill bersikap tenang, setelah menyarungkan kedua senjata apinya, dia menggerakkan tangan hendak mengambil pedang di balik punggung pada saat prajurit-prajurit mendekat. Kesialan kembali terjadi, dia melupakan bahwa tidak ada pedang di punggungnya. Deztas telah menggunakannya untuk menusuk Sang Amperis. Cih umpatnya sambil mengitarkan pandangan ke sekeliling, tidak ada satupun benda yang bisa dia gunakan sebagai senjata di dekatnya. 

Tinggal beberapa langkah lagi jarak antara para prajurit dengan dirinya, Airill akhirnya memutuskan untuk melompat ke dalam lubang di belakangnya, satu-satunya tempat yang bisa dia gunakan untuk melarikan diri, dan juga tempat mayat Sang Amperis bersama pedangnya berada.

Dengan satu kali lompatan Airill masuk ke dalam lubang, tempat pohon-pohon boneka berada. Dalam lompatannya, dia bisa melihat puluhan penduduk desa tewas dengan tubuh tertusuk sulur-sulur dari pepohonan, sulur-sulur yang menyerap hidup penduduk desa. Sementara beberapa sulur mengikat tubuh kering tanpa darah dan berusaha memasukkan ke dalam batang. 

Airill mendarat dengan sedikit tergelincir, kakinya menginjak genangan darah. Dia baru sadar bahwa pohon itu hidup, benar-benar hidup. Karena tidak ada yang mengendalikan mereka untuk ‘memakan’ para penduduk desa itu. Semua pohon bergerak karena insting, layaknya hewan.

Airill memandang sekeliling, dia tidak menemukan mayat Sang Amperis yang dia cari-cari. Sialan, apa pohon ini juga sudah memakan mayat sang Gubernur pikirnya. Kalau iya, bagaimana dengan nasib pedang kesayanganku. Lemas, dia tertunduk karena tidak akan bertemu lagi dengan pedangnya.

“TERKUTUK KAU!” sebuah suara mengagetkan Airill.

Airill menoleh cepat ke arah suara berasal sambil menyiapkan senjata apinya. Matanya awas menatap suara erangan dari salah satu pohon yang berada di dalam sana. Berjalan waspada dia mengisi kedua senjata api bergantian hingga penuh.

Perlahan Airill menemukan siapa pemilik suara tersebut, bukan siapa melainkan apa. Sesosok makhluk menggeliat keluar dari pohon yang berukuran lebih besar dari yang lain. Perawakan dan wajah itu dia kenal dengan pasti, walau dia hanya melihat sekilas, dia tahu kalau makhluk bertangan empat, mempunyai sepasang tanduk di dahi dan bertaring panjang yang muncul dari dalam pohon tersebut adalah Sang Amperis. Pedang miliknya yang masih menancap memperkuat dugaannya.

Airill melepaskan beberapa tembakan, tidak memberi kesempatan kepada kreyzure sang Amperis untuk memperlihatkan wujud utuhnya. Peluru-peluru melukai Amperis, namun Airill tidak bisa tersenyum lega karena hanya dalam hitungan detik luka-luka di tubuh Amperis pulih kembali. Begitu mengetahui kemampuan lawan, dia melangkah mundur menyusun rencana sambil mengisi beberapa peluru yang telah dipakai.

Kreyzure Amperis meraung, memaksa untuk lepas dari batang pohon dengan ke empat tangannya.

“Bajingan kau pesuruh Berdel! Sudah aku duga kamu tidak bisa dipercaya! Nyawamu akan aku remukkan sebagai pengganti upah yang telah kamu gunakan!” Amperis berteriak begitu mengetahui Airill berada di dekatnya. Dendam Amperis terbawa ke udara sehingga membuat Airill sedikit bergidik.

“Cih, aku harus mendapatkan bayaran lebih untuk ini.” umpat Airill sambil mengamati Amperis yang perlahan sudah menampakkan separuh tubuhnya.

Sebuah peledak Airill temukan dari balik jubahnya, satu-satunya peledak yang mendekam di balik jubah tersebut. Dengan sangat hati-hati dia menyalakan sumbu peledak tersebut dan menunggu saat yang tepat untuk dilemparkan.

“Budak Berdel! Aku bisa mencium bau ketakutan dirimu dari sini, jadi tidak perlu bersusah payah untuk bersembunyi, karena aku pasti akan menemukanmu!” suara nyaring dan mengerikan kreyzure Amperis membuat Airill sedikit merinding. Meski sudah pernah bertemu dengan belasan krezyure namun entah mengapa sekarang dia merasa sedikit tidak percaya diri. Sial, pasti gara-gara aku tidak bersama pedang kesayanganku umpatnya.

Tepat pada saat kreyzure Amperis menggeliat memaksa melepaskan diri dari batang pohon, Airill melemparkan peledak ke wajah Amperis dan kembali menyembunyikan diri di balik salah satu pohon. Peledak menyentuh pipi Amperis bertepatan dengan habisnya sumbu yang dibakar, suara keras membahana diringi dengan ledakan yang menghempaskan tubuh Amperis hingga terlempar terlepas dari pohon. Tersungkur diiringi serpihan-serpihan batang pohon manusia.

Airill mengintip dari balik pohon tempat dia berlindung, asap tebal dan pijaran api menghiasi sebagian ruangan. Beberapa batang pohon tumbang, dengan bangkai-bangkai manusia yang telah diserap inti hidupnya berserakan di mana-mana, potongan tangan, kaki, bahkan organ dalam tubuh manusia bergelimpangan bersanding dengan patahan batang pohon.

Airill menahan nafas, meski terbiasa mencium bau anyir darah, namun bau darah kali ini berbeda. Bau anyir darah bercampur dengan bau aneh, bau yang menyengat, lebih menyengat daripada mayat yang sudah busuk berhari-hari.

Belum sempat Airill mengamati keadaan sekitar, sebuah tangan dengan jari-jari yang kurus serta kuku  yang panjang dan tajam muncul dari balik asap mencengkeram lehernya dan menyeret ke belakang hingga menabrak dinding.

Dorongan itu begitu keras hingga Airill memuntahkan sedikit darah dari mulutnya, kedua tangannya berusaha menahan cengkeraman tangan yang panjang tersebut, saking panjangnya dia tidak bisa melihat tubuh sang pemilik tangan meskipun dia sudah tahu sebenarnya itu adalah milik kreyzure Amperis, tapi dia belum melihat sosok sempurna makhluk itu. Nafasnya mulai tertahan, tangan itu semakin kuat mencengkeram lehernya.

Tiba-tiba tangan itu ditarik dengan keras, menyeret tubuh Airill ke arah kepulan asap. Dia terkejut saat dari balik asap terlihat bayangan kreyzure Amperis siap menancapkan tangan yang dihiasi dengan kuku-kuku yang panjang dan tajam. Nafasnya semakin menipis, tubuhnya mulai lemas sementara tangan yang mencengkeram lehernya tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan  mengendur, sebaliknya semakin dia melawan cengkeraman semakin kencang dia rasakan.

Dengan sisa nafas, Airill melepaskan pegangan tangannya dan mengambil sepasang senjata api dan memuntahkan semua pelurunya ke pergelangan tangan kreyzure Amperis yang mencengkeram lehernya.

Cengkeraman tangan mengendur seiring dengan belasan peluru yang menembus pergelangan tangan kreyzure Amperis. Airill dengan cepat mengambil nafas, berusaha untuk menghindar dari tusukan tangan kreyzure Amperis yang satunya. Tapi terlambat, kuku-kuku yang panjang dan tajam itu telah menembus pakaiannya dan menusuk tepat di perutnya, tembus hingga ke belakang. Darah segar kembali tersembur dari mulutnya.

#####

0 comments:

Post a Comment