Airill mulai merasakan otot-otot
tangan kanannya menegang, memutar kain merah tebal menjadi bola perisai
pelindung membuat tangannya letih dan kram. Tapi jatuhnya Tuan Berdel belum
membuat dia aman meskipun masih berada di dalam kain merah. Celah yang hanya
muncul sesaat cukup bagi matanya yang masih awas untuk melihat keadaan di luar,
puluhan prajurit pemanah masih menyerang dirinya walaupun Tuan Berdel telah
tewas. Sementara dari arah lain, belasan prajurit dengan memakai tombak dan pedang
mendekat.
Tidak ingin berlama, Airill
menyentakan kain ke arah para pemanah. Dengan sepasang pistol di masing-masing
tangan dia dengan cepat bisa menghabisi hampir separuh dari prajurit pemanah
sebelum kain merah jatuh ke lantai.
Dengan cepat Airill melesat ke
arah mayat Deztas berada, menyarungkan salah satu senjata apinya sehingga saat
puluhan panah menyambar dirinya, dengan segera dia dapat mengangkat mayat
Deztas untuk melindungi dirinya. Panah-panah menancap keras, dia bisa merasakan
hentakan yang terjadi saat panah-panah itu menembus mayat Deztas.
Airill mengambil sebuah peledak
berwarna merah bersumbu dari balik jubah, sambil menembak para pemanah dia
menyelipkan peledak tersebut ke balik baju Deztas. Setelah itu dia melemparkan
mayat Deztas ke arah kerumunan para prajurit sebelum panah-panah kembali
mengejar dirinya. Para prajurit yang tidak mengetahui bahwa mayat Deztas sudah
disisipkan peledak, hanya beranjak tidak terlalu jauh.
Tersenyum menyeringai, Airill
menembak peledak yang berada di tubuh Deztas sesaat sebelum jatuh ke tanah.
Tubuh Deztas meledak, mengamburkan percikan darah dan potongan tubuh ke segala
arah, tidak hanya itu beberapa prajurit yang dekat dengan ledakan terpental
pingsan dan terluka parah.
Para prajurit menatap Airill yang
kembali memegang kedua senjata apinya, dengan tertawa keras dia menembak
membabi buta sampai dia baru tersadar bahwa dia lupa mengisi peluru. Terlambat,
bunyi senjata api tak berpeluru terdengar.
Prajurit-prajurit yang tadi
sempat panik dan berlarian, kini merasa mendapat angin segar. Terutama prajurit
berpedang, mereka berlari sekuat tenaga menuju ke arah Airill. Kesempatan untuk
mengepung dan membunuh orang yang telah menewaskan dua pimpinan mereka
sekaligus.
Airill bersikap tenang, setelah
menyarungkan kedua senjata apinya, dia menggerakkan tangan hendak mengambil
pedang di balik punggung pada saat prajurit-prajurit mendekat. Kesialan kembali
terjadi, dia melupakan bahwa tidak ada pedang di punggungnya. Deztas telah
menggunakannya untuk menusuk Sang Amperis. Cih umpatnya sambil mengitarkan
pandangan ke sekeliling, tidak ada satupun benda yang bisa dia gunakan sebagai
senjata di dekatnya.
Tinggal beberapa langkah lagi
jarak antara para prajurit dengan dirinya, Airill akhirnya memutuskan untuk
melompat ke dalam lubang di belakangnya, satu-satunya tempat yang bisa dia
gunakan untuk melarikan diri, dan juga tempat mayat Sang Amperis bersama
pedangnya berada.
Dengan satu kali lompatan Airill
masuk ke dalam lubang, tempat pohon-pohon boneka berada. Dalam lompatannya, dia
bisa melihat puluhan penduduk desa tewas dengan tubuh tertusuk sulur-sulur dari
pepohonan, sulur-sulur yang menyerap hidup penduduk desa. Sementara beberapa
sulur mengikat tubuh kering tanpa darah dan berusaha memasukkan ke dalam
batang.
Airill mendarat dengan sedikit
tergelincir, kakinya menginjak genangan darah. Dia baru sadar bahwa pohon itu
hidup, benar-benar hidup. Karena tidak ada yang mengendalikan mereka untuk
‘memakan’ para penduduk desa itu. Semua pohon bergerak karena insting, layaknya
hewan.
Airill memandang sekeliling, dia
tidak menemukan mayat Sang Amperis yang dia cari-cari. Sialan, apa pohon ini
juga sudah memakan mayat sang Gubernur pikirnya. Kalau iya, bagaimana dengan
nasib pedang kesayanganku. Lemas, dia tertunduk karena tidak akan bertemu lagi
dengan pedangnya.
“TERKUTUK KAU!” sebuah suara
mengagetkan Airill.
Airill menoleh cepat ke arah
suara berasal sambil menyiapkan senjata apinya. Matanya awas menatap suara
erangan dari salah satu pohon yang berada di dalam sana. Berjalan waspada dia
mengisi kedua senjata api bergantian hingga penuh.
Perlahan Airill menemukan siapa
pemilik suara tersebut, bukan siapa melainkan apa. Sesosok makhluk menggeliat
keluar dari pohon yang berukuran lebih besar dari yang lain. Perawakan dan
wajah itu dia kenal dengan pasti, walau dia hanya melihat sekilas, dia tahu
kalau makhluk bertangan empat, mempunyai sepasang tanduk di dahi dan bertaring
panjang yang muncul dari dalam pohon tersebut adalah Sang Amperis. Pedang
miliknya yang masih menancap memperkuat dugaannya.
Airill melepaskan beberapa
tembakan, tidak memberi kesempatan kepada kreyzure sang Amperis untuk
memperlihatkan wujud utuhnya. Peluru-peluru melukai Amperis, namun Airill tidak
bisa tersenyum lega karena hanya dalam hitungan detik luka-luka di tubuh
Amperis pulih kembali. Begitu mengetahui kemampuan lawan, dia melangkah mundur
menyusun rencana sambil mengisi beberapa peluru yang telah dipakai.
Kreyzure Amperis meraung, memaksa
untuk lepas dari batang pohon dengan ke empat tangannya.
“Bajingan kau pesuruh Berdel!
Sudah aku duga kamu tidak bisa dipercaya! Nyawamu akan aku remukkan sebagai
pengganti upah yang telah kamu gunakan!” Amperis berteriak begitu mengetahui
Airill berada di dekatnya. Dendam Amperis terbawa ke udara sehingga membuat Airill
sedikit bergidik.
“Cih, aku harus mendapatkan
bayaran lebih untuk ini.” umpat Airill sambil mengamati Amperis yang perlahan
sudah menampakkan separuh tubuhnya.
Sebuah peledak Airill temukan
dari balik jubahnya, satu-satunya peledak yang mendekam di balik jubah
tersebut. Dengan sangat hati-hati dia menyalakan sumbu peledak tersebut dan
menunggu saat yang tepat untuk dilemparkan.
“Budak Berdel! Aku bisa mencium
bau ketakutan dirimu dari sini, jadi tidak perlu bersusah payah untuk
bersembunyi, karena aku pasti akan menemukanmu!” suara nyaring dan mengerikan
kreyzure Amperis membuat Airill sedikit merinding. Meski sudah pernah bertemu
dengan belasan krezyure namun entah mengapa sekarang dia merasa sedikit tidak
percaya diri. Sial, pasti gara-gara aku tidak bersama pedang
kesayanganku umpatnya.
Tepat pada saat kreyzure Amperis
menggeliat memaksa melepaskan diri dari batang pohon, Airill melemparkan
peledak ke wajah Amperis dan kembali menyembunyikan diri di balik salah satu
pohon. Peledak menyentuh pipi Amperis bertepatan dengan habisnya sumbu yang
dibakar, suara keras membahana diringi dengan ledakan yang menghempaskan tubuh
Amperis hingga terlempar terlepas dari pohon. Tersungkur diiringi
serpihan-serpihan batang pohon manusia.
Airill mengintip dari balik pohon
tempat dia berlindung, asap tebal dan pijaran api menghiasi sebagian ruangan.
Beberapa batang pohon tumbang, dengan bangkai-bangkai manusia yang telah
diserap inti hidupnya berserakan di mana-mana, potongan tangan, kaki, bahkan
organ dalam tubuh manusia bergelimpangan bersanding dengan patahan batang
pohon.
Airill menahan nafas, meski
terbiasa mencium bau anyir darah, namun bau darah kali ini berbeda. Bau anyir
darah bercampur dengan bau aneh, bau yang menyengat, lebih menyengat daripada
mayat yang sudah busuk berhari-hari.
Belum sempat Airill mengamati
keadaan sekitar, sebuah tangan dengan jari-jari yang kurus serta kuku yang panjang dan tajam muncul dari balik asap
mencengkeram lehernya dan menyeret ke belakang hingga menabrak dinding.
Dorongan itu begitu keras hingga
Airill memuntahkan sedikit darah dari mulutnya, kedua tangannya berusaha
menahan cengkeraman tangan yang panjang tersebut, saking panjangnya dia tidak
bisa melihat tubuh sang pemilik tangan meskipun dia sudah tahu sebenarnya itu adalah
milik kreyzure Amperis, tapi dia belum melihat sosok sempurna makhluk itu.
Nafasnya mulai tertahan, tangan itu semakin kuat mencengkeram lehernya.
Tiba-tiba tangan itu ditarik
dengan keras, menyeret tubuh Airill ke arah kepulan asap. Dia terkejut saat
dari balik asap terlihat bayangan kreyzure Amperis siap menancapkan tangan yang
dihiasi dengan kuku-kuku yang panjang dan tajam. Nafasnya semakin menipis,
tubuhnya mulai lemas sementara tangan yang mencengkeram lehernya tidak juga
menunjukkan tanda-tanda akan mengendur,
sebaliknya semakin dia melawan cengkeraman semakin kencang dia rasakan.
Dengan sisa nafas, Airill
melepaskan pegangan tangannya dan mengambil sepasang senjata api dan
memuntahkan semua pelurunya ke pergelangan tangan kreyzure Amperis yang
mencengkeram lehernya.
Cengkeraman tangan mengendur
seiring dengan belasan peluru yang menembus pergelangan tangan kreyzure
Amperis. Airill dengan cepat mengambil nafas, berusaha untuk menghindar dari
tusukan tangan kreyzure Amperis yang satunya. Tapi terlambat, kuku-kuku yang
panjang dan tajam itu telah menembus pakaiannya dan menusuk tepat di perutnya,
tembus hingga ke belakang. Darah segar kembali tersembur dari mulutnya.
#####
0 comments:
Post a Comment