BR - Act 14


“Lihat ini,” kata Makkie sambil membuka genggaman tangannya.

Aphrodite yang baru saja datang dari menjelajah dimensi lain menatap lekat makhluk-makhluk kecil yang menggeliat di telapak tangan kanan Makkie.

“Ih, dari mana kamu dapatkan itu?” kata Aphrodite.

“Entahlah, sepertinya dari sisa ramuan obat yang diciptakan Tabib saat Ratu sakit kemarin.” jawab Makkie datar.

“O-obat dari belatung?” Aphrodite merasa sedikit mual. Sekarang dia merasa harus bertanya terlebih dahulu kepada Tabib sebelum meminta untuk diberikan ramuan.

“Mau kamu apakan belatung-belatung itu?” lanjut gadis penjaga waktu itu sambil menatap heran pemuda yang baru saja menjadi salah satu penghuni kastil itu. 

“Hmm, tidak tahu. Tapi sepertinya akan menarik jika aku melakukan sesuatu terhadap makhluk-makhluk ini,” ucap Makkie dengan nada sedikit bersemangat.

“Menarik? Jelaskan maksudmu!” tegas Aphrodite.

Belum sempat Makkie menjawab, bunyi keras reruntuhan terdengar dari daerah barat Kerajaan.

“Apa itu?!” kata Aphrodite dan Makkie berbarengan.

Aphrodite bersiap melakukan teleport menuju sumber suara, Makkie memegang bahu Aphrodite.

“Ikut, aku kan tidak bisa teleport.” Makkie tersenyum nakal. Aphrodite hanya menghela nafas.

***
Ea melesat berliku-liku, menghindari dari serangan peledak cabe dari Rea. Tidak banyak yang bisa dia lakukan, karena Rea sebenarnya dikendalikan oleh Tuan Smith. Satu-satunya cara adalah dengan mengeluarkan jiwa lain Tuan Smith yang berada di dalam tubuh pemuda pedas itu, dan untuk melakukan itu dia harus berada dalam jarak yang cukup dekat. Sesuatu yang sangat susah mengingat Rea adalah petarung cerdik.

Meski tidak begitu mengenal, namun Ea sering mendengar kabar tentang kemampuan Rea yang mampu bertarung baik jarak jauh maupun jarak dekat. Bom cabe lempar dan ranjau cabe, menjadi kombinasi yang mengerikan di tangan Rea. 

Ea mundur menjauh, menjaga jarak dari serangan bom cabe. Meregangkan kaki kemudian menempelkan kedua telapak tangan ke tanah. Diagram sihir muncul perlahan, lingkaran dengan diameter enam kaki mengelilingi tempat berpijak.

Dari dalam lingkaran sihir, Ea memunculkan belasan tangan-tangan hitam seukuran orang dewasa.
“Sihir hitam harus dilawan dengan sihir hitam.” lirih Ea.

***

Indry menyerang dengan cepat, dalam sekejap belasan sihir air berwujud buaya menyerang, tidak memberi kesempatan kepada Bing untuk merapal mantra sihir. Bing melompat menghindar ke samping. Buaya-buaya air berdentam menghajar tempat kosong. Indry melanjutkan serangan, sihir yang sama, kali ini Indry menambahkan sihir pengendali, sehingga buaya-buaya air itu bergerak dengan bebas mengejar Bing.

Mengetahui tidak bisa menghindar, Bing merapal sihir. Sebuah kubah air muncul dari permukaan air dan menyelubungi Bing. Buaya-buaya air menghantam kubah, bunyi ruah air terdengar. Para buaya air bersatu kembali dengan arena air yang Indry dan Bing ciptakan di permukaan tanah.

Bing menanggalkan sihir kubah air. Begitu kubah menghilang, Bing melesatkan tiga hiu air ke arah Indry. Namun Indry sudah siap dengan serangan Bing, seekor buaya air besar menahan serangan hiu air. Begitu selesai menahan serangan hiu-hiu air, Indry menggerakkan buaya raksasanya. Meski bertubuh besar, buaya air itu bergerak dengan cepat, melesat sambil mengayunkan ekornya.

Bing melompat mundur, terlambat beberapa detik saja ekor besar itu akan mengenai tubuhnya. Sambil melayang, Bing merapal sihir. Tidak sampai satu detik, lantai yang dipijak oleh buaya tertutup dengan es. Tidak hanya itu, dengan cepat sihir es Bing merayap ke empat kaki buaya air, dalam hitungan detik seluruh tubuh buaya tertutup sihir es Bing dan kemudian pecah berkeping-keping.

Bing mendarat di atas permukaan air, mengatur nafas dan tenaganya. Matanya menatap, mengamati dengan jeli gerakan Indry. Bing tidak bisa menganggap remeh sahabat perempuannya itu, sihir air “hidup” milik Indry adalah kekuatan yang sangat hebat karena selain Indry tidak ada penyihir lain di kastil lain yang bisa melakukannya. 

Sementara itu Indry yang berada beberapa puluh kaki di hadapan Bing juga sedang memikirkan strategi untuk mengalahkan lawan yang menurut kabar tak pernah terkalahkan dalam beradu sihir.

Beberapa detik sudahlah cukup bagi Indry untuk mengatur strategi, karena sudah sejak dari beberapa waktu yang lalu dia menyiapkan strategi kalau seandainya dia berhadapan dengan Bing. Dan kali ini dia tinggal menjalankan saja rencana itu.

Indry kembali merapal mantra, makhluk buaya muncul kembali tapi kali ini tidak terbuat dari air, melainkan buaya yang sebenarnya, buaya besar berwarna putih. Tapi tidak hanya satu, empat ekor buaya yang sama muncul di samping yang pertama. Lima buaya besar bersiaga di depan Indry.

Bing sedikit terkejut, dia tidak menyangka Indry bisa memunculkan lima buaya besar secara bersamaan. Bing bertanya-tanya dalam hati, bisakah Indry mengendalikan kelima buaya besar tersebut secara bersamaan.

Dalam beberapa detik berikutnya, pertanyaan Bing terjawab. Indry walau dengan sedikit kewalahan berhasil mengendalikan kelima buaya besar. Menyerang secara bergantian, kelima buaya menyerang tanpa memberi Bing kesempatan untuk balas menyerang. Buaya-buaya itu melesat sangat cepat. 

Bing bertahan dengan menggunakan refleknya saja, menangkis tiap serangan dari para buaya dengan perisai-perisai air yang hanya dia munculkan pada saat serangan datang ke arahnya. Meskipun Bing terlihat seperti kewalahan tapi tidak ada satupun serangan dari buaya-buaya besar itu yang mengenai tubuh Bing. Dalam pertarungan itu, Bing menyusun rencana untuk menyerang dengan tiba-tiba Indry yang kewalahan mengendalikan kelima buaya besar. Cukup satu serangan yang tepat pikir Bing.

Saat menemukan jeda dalam rentetan serangan para buaya putih, Bing mengatur posisi, merapal mantra. Tubuh Bing diselimuti asap putih hingga dirinya tidak terlihat oleh siapapun. Namun para buaya tetap melancarkan serangan ke arah asap putih, salah satu buaya menyerbu masuk ke dalam asap putih dan terdengar suara gedebuk menandakan sabetan ekor si buaya mengenai sesuatu. 

Asap putih perlahan menipis hilang terbawa angin. Salah satu buaya berdiam dengan posisi menggigit Bing di bagian perut. Tapi Bing tidak sedikitpun merasakan sakit, seluruh tubuhnya telah diselimuti “baju jirah” es, tertutup dari kaki sampai kepala oleh es yang padat dan pejal. Dengan sekali serangan, Bing mementalkan kelima buaya jauh ke belakang hingga terjatuh beberapa kaki di dekat Indry. Bing melesat dengan cepat menuju Indry yang belum tersadar dari kekagetannya.

Indry menggerakkan salah satu buaya putih terdekat untuk menghadang Bing, namun tubuh es pejal Bing dengan mudah mementalkan buaya dengan satu kali pukulan. Tinggal beberapa kaki lagi jarak antara Bing dengan dirinya. Indry merapal mantra sambil memutar kedua tangannya, berkas sinar biru putih terang terlihat. 

Bing melayangkan kedua lengannya, memukul Indry. Indry menangkap kedua pergelangan tangan Bing dan menguncinya dengan sihir. Bing tidak dapat bergerak. Tapi dengan cekatan Bing memutar kedua tangannya hingga kini tangan Indry yang terkunci, dan perlahan rapalan sihir pembeku menghentikan gerakan Indry. Kedua orang itu kini sama-sama tidak bisa bergerak karena ilmu masing-masing lawan.

“Cih, sejak kapan kamu juga belajar sihir es?” geram Bing.

Tiba tiba dari belakang Bing, muncul seseorang dengan memegang sebuah belati dari es. Belati yang sangat pejal dan sangat tajam siap menusuk Bing dari belakang. 

“Menyerahlah, semua sudah berakhir” sebuah suara yang sangat Bing kenal terdengar dari belakang. Bing melirik dari balik jirah esnya, Indry menatapnya dengan tersenyum penuh kemenangan. Bing mengernyitkan dahi dan kembali menatap Indry yang ada di depannya, perlahan Indry yang di depannya berubah menjadi patung es.

Indry memukul-mukulkan belati esnya ke jirah es Bing, memberi isyarat agar Bing segera mengaku kalah. Tanpa di duga, sebuah benda tajam dengan pelan menekan punggung Indry. Giliran Indry yang terperangah, melirik ke belakang dia melihat seekor buaya putih berdiri tegak sambil memegang pedang es. Perlahan buaya putih berubah wujud, dan memunculkan sosok Bing menatap tajam yang sedang tajam. Rupanya Bing menyamarkan dirinya menjadi salah satu buaya putih yang terlempar. Sementara yang memakai zirah es adalah cloning.

“Aku tidak terkalahkan.” kata Bing  datar dan dingin.

***

“Nah, kawan lama. Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” Aphrodite bertanya pada Makkie yang terjebak di dimensi tanpa ruang dan waktu. Baru saja dia teringat pertemuan terakhir sebelum tembok bagian barat istana roboh gara gara Stez terlalu sering melakukan headbang. Pemuda berambut merah itu hanya tersenyum.

“Khronoaseon,” gumam Makkie. 

Wanita itu menggelengkan kepala, “Kali ini apa yang kamu lakukan hingga Ratu sampai memanggil Khronoaseon?”

Makkie seperti biasa, memberikan tawa nakal. 

“Dasar bodoh, sudah berulang kali aku katakan. Jangan membuat kekacauan.” Aphrodite mendekat, tidak susah baginya untuk berjalan melewati dimensi dan waktu. Dia memegang lengan Makkie dan menarik pemuda itu ke dalam dimensi ciptaan dia sendiri.

“Nah, di sini lebih baik.” kata Aphrodite sambil melepaskan genggaman tangan. Dia kembali bertanya, “Kira-kira, apa Ratu akan marah jika aku mengembalikan kamu ke Kerajaan?”

“Aku pikir dia akan marah besar, toh aku sudah melakukan sesuatu yang sangat-sangat menyebalkan.” kata Makkie tertawa nakal.

 “Dasar bodoh. Ya sudah, kamu mau aku kembalikan kemana?” tanya Aphrodite.

Makkie tersenyum, “Bukan kemana, tapi tepatnya kapan.”

#####

0 comments:

Post a Comment