Lowe - 01

Matahari sudah bergeser dari tengah hari tiga-empat putaran pasir yang lalu. Lowe mempercepat langkah untuk memasuki sebuah perkampungan yang sudah bisa dia lihat dalam jarak pandang mata. Dia menyipitkan ketika angin berhembus agak kencang dan merapatkan jubah serta memakai penutup kepala untuk mengurangi terpaan pasir-pasir yang terbawa angin.
Lowe mencoba menahan penat dikaki, sudah lebih dari dua purnama dia berkelana di Kilikiyan. Daerah ini adalah salah satu dari beberapa tempat yang disebutkan Nima, sang peramal.
“Yay, kampung kampung kampung kampung.” girang Lowe.
Jarak dengan perkampungan Sythirian semakin dekat, Lowe semakin mempercepat langkah. Dari sini dia bisa melihat dengan jelas tembok bebatuan yang memagari perkampungan itu sebagai sebuah pertahanan. Sepasang menara pengawas masing-masing berada di sisi kanan dan kiri dari pintu gerbang.
Tidak ada orang yang berjaga di menara maupun di dekat gerbang seperti pada umumnya, Lowe tidak heran. Negeri ini berada dalam lindungan kerajaan Arier, negeri yang paling kuat di benua Mithlerer Ostien. Pun begitu Arier tidak menyukai peperangan, menjaga keamanan dan kedamaian negeri mereka adalah yang terpenting bagi para Raja dan keturunannya.
Lowe memasuki perkampungan dengan senang, tidak jauh dari dinding tembok beberapa rumah dari kayu pohon kwerkassementara dindingnya terbuat dari tanah liat yang dicampur dengan bahan lainnya. Tipikal rumah yang sama di daerah utara Mithlerer Ostien ini.
Semakin masuk ke dalam, Lowe membuka tudung kepala, dan mengusap-usap rambut pirangnya yang berantakan dan berpasir. Dia melihat sebuah tong air besar yang berada di depan sebuah kedai dan langsung menuju ke sana untuk mencuci wajah serta rambut.
“Yay, air air air air.” Lowe langsung mencelupkan kepalanya ke dalam tong air tanpa penutup itu. Sedikit berjinjit dia melakukannya.
Matanya menerawang setelah membereskan rambut. Beberapa penduduk sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, kebanyakan berdagang. Lowe yakin dia berada di dekat pasar, tempat yang sesuai untuk mengumpulkan petunjuk. Meskipun hanya kabar kecil tapi dia  yakin penduduk kota ini mengetahuinya, atau paling tidak salah satu dari mereka ada yang mengetahuinya.
Lowe berjalan memasuki semacam terowongan kecil sebelum akhirnya tiba di pasar. Matanya mebelalak, bukan  karena sesuatu yang menakutkan. Melainkan karena banyak sekali jenis makanan yang dijual di pasar ini.
“Yay, makan makan makan makan.” Lowe melupakan tujuan utamanya datang ke tempat ini. Dia menghambur dan mencicipi semua jenis makanan yang dijual di pasar ini.
*****
Malam sudah setengah berlalu tapi Lowemasih terjaga. Berbaring menatap langit-langit kamar penginapan yang dia sewa sesaat sebelum matahari terbenam. Banyak waktu yang terbuang hari ini, gara-gara dia tidak bisa menahan diri terhadap makanan.
“Yay, bodoh bodoh bodoh bodoh.” Lowe memukul-mukul kepala dengan kedua telapak tangannya.
Lowemenatap dua BatuBertuah bundar di tangan kanannya, bagian dari tujuh BatuBertuah yang harus dia temukan. Tidak hanya menemukan BatuBertuahnya saja, dia juga harus menemukan pemilik BatuBertuah tersebut, karena BatuBertuah tidak akan bisa digunakan oleh orang lain tanda ‘ijin’ dari pemiliknya.
Gerah dengan karena kebodohannya tadi siang, Lowemelompat ke luar melalui jendela dan mencari atap tertinggi di pekampungan ini.  Mencari ketenangan seperti yang biasa dia lakukan, berdiam diri menatap langit di tempat tertinggi.Bintang-bintang bertebaran, Barram dan Sarida muncul, sayang bukan purnama kembar.
Selang beberapa jam tiba-tiba Lowemelihat benda asing melayang kemudian menukik tajam terjatuh.  Dengan segera dia berdiri dan melesat. Sebagai makhluk setengah manusia setengah singa, berlcari dengan cepat menujutempat itu bukanlah hal yang susah.
Segera Lowemengendap-endap perlahan begitu dekat dengan tempat itu, mengamati enam sosok membawa senjata yang mendekat menuju sebuah oasis kecil. Tempat yang sama dengan makhluk besar bersayap terjatuh di dekat wahah yang dia lihat dari perkampungan, namun rupanya tidak hanya dia yang melihat, para perampok padang pasir itu juga berpikiran sama.
Loweberjalan cepat-tanpa-suara menuju wahah. Mata-tanpa-cahaya dari darah singanya memudahkan untuk melihat di tempat paling gelap sekalipun. Dia bersembunyi dari balik salah satu pohon palem, mengamati saat enam penyamun bersiap untuk menghabisi makhluk bersayap yang dia lihat tadi.
Seekor wivern, tidak menyadari keberadaan enam orang yang berniat jahat. Lowe menduga Naga berkaki dua itu pingsan. Namun ada sosok lain yang juga ikut tidak sadarkan diri di dekat kadal besar bersayap itu, seorang anak muda memakai jubah dan tudung kepala yang sudah usang.
Salah satu dari perampok mengendap menuju anak muda itu, dan kelima lainnya bersiap untuk melumpuhkan si wivern.Mungkin mereka berniat untuk menjual makhluk itu.
“Yay, jangan jangan jangan jangan!” teriak Lowe keluar dari persembunyiannya.
Semua perampok menatap Lowe terkejut, mereka tidak menyangka akan ada orang lain yang berada di tempat ini.
“Siapa kamu?” salah satu perampok bertanya.
“Yay, namaku Lowe. Lowe Putra Ariel. Lowe dari Padang Seribu. Lowe yang suka makan. Lowe yang ja-.”
“CUKUP!” perampok yang berada di dekat wivern menghentikan.
“Berani-beraninya kamu menghardik kami. Apa kamu tidak mengetahui siapa kami?!” perampok pertama tadi bertanya.
“Yay, tidak tidak tidak tidak. Lowe tidak tahu.” Lowe memasang mimik polos.
“Kami Tujuh Taring, perampok padang pasir yang paling ditakuti di Kilikiyan ini!” suara bangga terdengar dari mulut perampok ini.
“Yay, tujuh? Tapi kalian hanya berenam? Mana yang satu lagi?” Lowe memonyongkan bibirnya.
Keenam perampok saling berpandangan,
“Benarkan apa yang aku bilang dulu Kakak Kedua!” salah satu dari perampok mulai menggerutu.
“Bukan aku yang memilih nama ini!” yang dipanggil sebagai Kakak Kedua menjawab, dia memandang dua perampok lainnya. Dia melanjutkan, “Kakak Pertama dan Kakak Ketiga yang mengusulkan nama ini. Aku hanya menyetujui saja!”
Lowe mengernyitkan dahi menatap kedua orang yang dipanggil sebagai Kakak Pertama dan Kakak Ketiga yang saling menyalahkan. Dan akhirnya mereka semua saling ribut mempermasalahkan asal muasal nama kelompok mereka.
“Yay, pusing pusing pusing pusing. Lowe jadi pusing. Lowe pergi saja.” kata Lowe sambil mengusap-usap kepala.
Selesai mengatakan itu, Lowe merasakan semua tatapan dengan hawa membunuh kembali terpancar kepadanya. Enam orang itu menghentikan perdebatan  bodoh mereka, bersiaga untuk menyerang dirinya.
Sebelum semuanya terlambat, Lowe mengeluarkan sebuah BatuBertuah dari balik kantung pakaiannya. Tidak tahu BatuBertuah dengan magis apa, dia langsung merapal mantra pembuka energi sihir dari BatuBertuah agar berpindah ke tubuhnya.
Selesai membaca mantra dengan cepat, Lowe memicingkan mata, tersenyum kecil sambil memperhatikan gerak-gerik para perampok. Dia membayangkan semua kemungkinan yang akan terjadi jika dia melakukan serangan cepat-tak-terlihatnya. Semua kemungkinan sudah dia pikirkan, dan dia sudah mendapatkan apa yang akan dia lakukan. Kemampuan dari BatuBertuah telah berpindah ke dalam tubuhnya.
Sebelum si perampok menyadari tipuannya, dengan satu lesatan, Lowe melumpuhkan ke enam orang perampok dengan cepatan. Tidak sampai dua kedipan mata mereka tersungkur ke tanah. Pingsan dan tidak tahu apa yang menyerang mereka.
Tiba-tiba makhluk bersayap tersadar mendengar teriakan penyamun-penyamun yang kesakitan, berdiri tegak dan menyiagakan sayapnya sehingga terlihat menjadi kuat dan gagah. Lowemenatap wivern itu, ada tatapan kesakitan di matanya. Si anak muda juga terbangun, dia seorang iexian sama sepertiku, ras setengah manusia. Namun entah dari darah campuran mana. Mata anak muda berkulit biru itu juga memandangku penuh siaga.
“Yay, teman teman teman teman. Lowe tidak bermaksud jahat. Lowe mengalahkan para perampok yang jahat.” kata Lowe dengan wajah seramah mungkin.
Keringat dingin membasahi belakang leher Lowe, takut dengan Naga kecil itu. Beruntung dua makhluk itu kembali jatuh pingsan. Dia merasa kalau kedua makhluk itu sedang mengalami luka berat.

0 comments:

Post a Comment