Matahari sudah bergeser dari
tengah hari tiga-empat putaran pasir yang lalu. Lowe mempercepat langkah untuk
memasuki sebuah perkampungan yang sudah bisa dia lihat dalam jarak pandang
mata. Dia menyipitkan ketika angin berhembus agak kencang dan merapatkan jubah
serta memakai penutup kepala untuk mengurangi terpaan pasir-pasir yang terbawa
angin.
Lowe mencoba menahan penat
dikaki, sudah lebih dari dua purnama dia berkelana di Kilikiyan. Daerah ini
adalah salah satu dari beberapa tempat yang disebutkan Nima, sang peramal.
“Yay, kampung kampung kampung
kampung.” girang Lowe.
Jarak dengan perkampungan
Sythirian semakin dekat, Lowe semakin mempercepat langkah. Dari sini dia bisa
melihat dengan jelas tembok bebatuan yang memagari perkampungan itu sebagai
sebuah pertahanan. Sepasang menara pengawas masing-masing berada di sisi kanan
dan kiri dari pintu gerbang.
Tidak ada orang yang berjaga di
menara maupun di dekat gerbang seperti pada umumnya, Lowe tidak heran. Negeri
ini berada dalam lindungan kerajaan Arier, negeri yang paling kuat di benua Mithlerer Ostien. Pun begitu Arier
tidak menyukai peperangan, menjaga keamanan dan kedamaian negeri mereka adalah yang
terpenting bagi para Raja dan keturunannya.
Lowe memasuki perkampungan dengan
senang, tidak jauh dari dinding tembok beberapa rumah dari kayu pohon kwerkassementara dindingnya terbuat dari
tanah liat yang dicampur dengan bahan lainnya. Tipikal rumah yang sama di
daerah utara Mithlerer Ostien ini.
Semakin masuk ke dalam, Lowe membuka
tudung kepala, dan mengusap-usap rambut pirangnya yang berantakan dan berpasir.
Dia melihat sebuah tong air besar yang berada di depan sebuah kedai dan
langsung menuju ke sana untuk mencuci wajah serta rambut.
“Yay, air air air air.” Lowe
langsung mencelupkan kepalanya ke dalam tong air tanpa penutup itu. Sedikit
berjinjit dia melakukannya.
Matanya menerawang setelah
membereskan rambut. Beberapa penduduk sibuk dengan pekerjaannya masing-masing,
kebanyakan berdagang. Lowe yakin dia berada di dekat pasar, tempat yang sesuai
untuk mengumpulkan petunjuk. Meskipun hanya kabar kecil tapi dia yakin penduduk kota ini mengetahuinya, atau
paling tidak salah satu dari mereka ada yang mengetahuinya.
Lowe berjalan memasuki semacam
terowongan kecil sebelum akhirnya tiba di pasar. Matanya mebelalak, bukan karena sesuatu yang menakutkan. Melainkan
karena banyak sekali jenis makanan yang dijual di pasar ini.
“Yay, makan makan makan makan.” Lowe
melupakan tujuan utamanya datang ke tempat ini. Dia menghambur dan mencicipi
semua jenis makanan yang dijual di pasar ini.
*****
Malam sudah setengah berlalu tapi
Lowemasih terjaga. Berbaring menatap langit-langit kamar penginapan yang dia sewa
sesaat sebelum matahari terbenam. Banyak waktu yang terbuang hari ini, gara-gara
dia tidak bisa menahan diri terhadap makanan.
“Yay, bodoh bodoh bodoh bodoh.”
Lowe memukul-mukul kepala dengan kedua telapak tangannya.
Lowemenatap dua BatuBertuah
bundar di tangan kanannya, bagian dari tujuh BatuBertuah yang harus dia temukan.
Tidak hanya menemukan BatuBertuahnya saja, dia juga harus menemukan pemilik
BatuBertuah tersebut, karena BatuBertuah tidak akan bisa digunakan oleh orang
lain tanda ‘ijin’ dari pemiliknya.
Gerah dengan karena kebodohannya
tadi siang, Lowemelompat ke luar melalui jendela dan mencari atap tertinggi di
pekampungan ini. Mencari ketenangan
seperti yang biasa dia lakukan, berdiam diri menatap langit di tempat
tertinggi.Bintang-bintang bertebaran, Barram dan Sarida muncul, sayang bukan
purnama kembar.
Selang beberapa jam tiba-tiba Lowemelihat
benda asing melayang kemudian menukik tajam terjatuh. Dengan segera dia berdiri dan melesat.
Sebagai makhluk setengah manusia setengah singa, berlcari dengan cepat menujutempat
itu bukanlah hal yang susah.
Segera Lowemengendap-endap
perlahan begitu dekat dengan tempat itu, mengamati enam sosok membawa senjata
yang mendekat menuju sebuah oasis kecil. Tempat yang sama dengan makhluk besar bersayap
terjatuh di dekat wahah yang dia lihat dari perkampungan, namun rupanya tidak
hanya dia yang melihat, para perampok padang pasir itu juga berpikiran sama.
Loweberjalan cepat-tanpa-suara
menuju wahah. Mata-tanpa-cahaya dari darah singanya memudahkan untuk melihat di
tempat paling gelap sekalipun. Dia bersembunyi dari balik salah satu pohon
palem, mengamati saat enam penyamun bersiap untuk menghabisi makhluk bersayap
yang dia lihat tadi.
Seekor wivern, tidak menyadari keberadaan enam orang yang berniat jahat. Lowe
menduga Naga berkaki dua itu pingsan. Namun ada sosok lain yang juga ikut tidak
sadarkan diri di dekat kadal besar bersayap itu, seorang anak muda memakai
jubah dan tudung kepala yang sudah usang.
Salah satu dari perampok
mengendap menuju anak muda itu, dan kelima lainnya bersiap untuk melumpuhkan si
wivern.Mungkin mereka berniat untuk
menjual makhluk itu.
“Yay, jangan jangan jangan
jangan!” teriak Lowe keluar dari persembunyiannya.
Semua perampok menatap Lowe
terkejut, mereka tidak menyangka akan ada orang lain yang berada di tempat ini.
“Siapa kamu?” salah satu perampok
bertanya.
“Yay, namaku Lowe. Lowe Putra
Ariel. Lowe dari Padang Seribu. Lowe yang suka makan. Lowe yang ja-.”
“CUKUP!” perampok yang berada di
dekat wivern menghentikan.
“Berani-beraninya kamu menghardik
kami. Apa kamu tidak mengetahui siapa kami?!” perampok pertama tadi bertanya.
“Yay, tidak tidak tidak tidak.
Lowe tidak tahu.” Lowe memasang mimik polos.
“Kami Tujuh Taring, perampok
padang pasir yang paling ditakuti di Kilikiyan ini!” suara bangga terdengar
dari mulut perampok ini.
“Yay, tujuh? Tapi kalian hanya
berenam? Mana yang satu lagi?” Lowe memonyongkan bibirnya.
Keenam perampok saling
berpandangan,
“Benarkan apa yang aku bilang
dulu Kakak Kedua!” salah satu dari perampok mulai menggerutu.
“Bukan aku yang memilih nama
ini!” yang dipanggil sebagai Kakak Kedua menjawab, dia memandang dua perampok
lainnya. Dia melanjutkan, “Kakak Pertama dan Kakak Ketiga yang mengusulkan nama
ini. Aku hanya menyetujui saja!”
Lowe mengernyitkan dahi menatap
kedua orang yang dipanggil sebagai Kakak Pertama dan Kakak Ketiga yang saling
menyalahkan. Dan akhirnya mereka semua saling ribut mempermasalahkan asal
muasal nama kelompok mereka.
“Yay, pusing pusing pusing
pusing. Lowe jadi pusing. Lowe pergi saja.” kata Lowe sambil mengusap-usap
kepala.
Selesai mengatakan itu, Lowe
merasakan semua tatapan dengan hawa membunuh kembali terpancar kepadanya. Enam
orang itu menghentikan perdebatan bodoh
mereka, bersiaga untuk menyerang dirinya.
Sebelum semuanya terlambat, Lowe mengeluarkan
sebuah BatuBertuah dari balik kantung pakaiannya. Tidak tahu BatuBertuah dengan
magis apa, dia langsung merapal mantra pembuka energi sihir dari BatuBertuah
agar berpindah ke tubuhnya.
Selesai membaca mantra dengan
cepat, Lowe memicingkan mata, tersenyum kecil sambil memperhatikan gerak-gerik
para perampok. Dia membayangkan semua kemungkinan yang akan terjadi jika dia melakukan
serangan cepat-tak-terlihatnya. Semua kemungkinan sudah dia pikirkan, dan dia
sudah mendapatkan apa yang akan dia lakukan. Kemampuan dari BatuBertuah telah
berpindah ke dalam tubuhnya.
Sebelum si perampok menyadari
tipuannya, dengan satu lesatan, Lowe melumpuhkan ke enam orang perampok dengan
cepatan. Tidak sampai dua kedipan mata mereka tersungkur ke tanah. Pingsan dan
tidak tahu apa yang menyerang mereka.
Tiba-tiba makhluk bersayap tersadar
mendengar teriakan penyamun-penyamun yang kesakitan, berdiri tegak dan
menyiagakan sayapnya sehingga terlihat menjadi kuat dan gagah. Lowemenatap wivern itu, ada tatapan kesakitan di
matanya. Si anak muda juga terbangun, dia seorang iexian sama sepertiku, ras setengah manusia. Namun entah dari darah campuran mana. Mata anak muda
berkulit biru itu juga memandangku penuh siaga.
“Yay, teman teman teman teman.
Lowe tidak bermaksud jahat. Lowe mengalahkan para perampok yang jahat.” kata
Lowe dengan wajah seramah mungkin.
Keringat dingin membasahi
belakang leher Lowe, takut dengan Naga kecil itu. Beruntung dua makhluk itu
kembali jatuh pingsan. Dia merasa kalau kedua makhluk itu sedang mengalami luka
berat.
0 comments:
Post a Comment