BR - Act 6


Riesling mengeluarkan perkamen dan kuasnya, dengan segera menggambar dua ekor gorila dan memunculkannya. Dua kera raksasa itu berdiri tegap dihadapannya, memasang kuda-kuda untuk menghadang dua makhluk yang tidak jelas wujudnya apa.

Benturan keras terjadi, Riesling merasakan tekanan udara yang keras. Beruntung para gorila berhasil menahan kedua makhluk itu, sekarang dia bsia melihatd engan jelas makhluk apa yang muncul dari lukisan. Yang satu dia kenali sebagai kimera, makhluk dengan berkepala singa dan kambing dengan ujung ekor berkepala ular. Ya dia mengenali makhluk itu, sementara yang satu lagi dia tidak tahu namanya, dia belum pernah melihat makhluk itu sebelumnya, makhuk dengan bentuk tubuh mirip dengan gorila hanya saja berkepala babi hutan.

Tidak mau terlena, Riesling menggambar belasan serigala putih. Melepaskan kawanan pemangsa berkelompok itu ke arah samping, mengejar lawannya yang masih berdiri mengawasi pertarungan dari lantai atas. Serigala-serigalanya berlari menaiki tangga melingkar dan menyerang sang pelukis. 

Riesling berlari mencari jarak aman, dia harus mengetahui seluk beluk ruangan ini, mengenali tempat merupakan salah satu taktik untuk memenangkan pertarungan. Meski sebenarnya dia hanya ingin melarikan diri dari sang penyerang tapi nampaknya sang penyerang tidak akan melepaskannya begitu saja. Mau tidak mau dia harus memberikan perlawanan, apapun hasil akhirnya. Julukan sebagai panglima perang bukan sesuatu yang isapan jempol belaka.

Dengan bersembunyi di antara rak buku, Riesling mengatur rencana. Kalau orang itu mempunyai kemampuan yang sama seperti dirinya yaitu  sihir yang bisa menghidupkan gambar maka pasti kelemahannya sama.
Tapi yang pertama, Riesling harus mencari dulu kemampuan apa saja yang dipunyai lawannya. Dari tempat dia bersembunyi dia tidak lagi mendengar pertarungan antara gorila-gorilanya dengan makhluk-makhluk buas lawannya, bahkan suara para serigalanya tidak terdengar. Nampaknya semua sudah dikalahkan oleh sang lawan.

Rieslng merasakan sesuatu mendekat, bukan hanya satu tapi banyak. Dia tidak tahu ada berapa banyak karena dia tidak berani keluar dari persembunyiannya. Nafasnya menjadi cepat, suara berderak dan bergemerincing membuat dia takut. Suara itu bagai suara puluhan ksatria dengan zirah perang lengkap dengan persenjataan berat. Sihirnya tidak mungkin bisa mengimbangi ksatria-ksatria seperti itu.

Dengan cepat dia menggambar, sedikit tergesa. Memunculkan seekor gajah, dua ekor harimau, dan seekor gorila secara bersamaan. Segera Riesling berlari ke bagian lebih dalam dari perpustakaan. Mencoba mencari cara untuk mengamati keadaan dari tempat yang aman.

Melompat ke salah satu rak di sudut ruangan, Riesling bias melihat makhluk-makhluk yang berderak itu. Makhluk yang berdiri dengan dua kaki yang menekuk ke belakang, mirip seperti kaki burung unta. Badan yang sedikit menjorok ke depan dengan sepasang tang yangpenuh dengan duri-duri tajam dan di bagian iku terdapat tanduk melengkung yang seprtinya sangat tajam. Yang lebih aneh adalah bagian kepala mirip ular dengan paruh burung elang dan sepasang tanduk mirip tanduk kambing.

Pertarungan antar-makhluk-lukisan dimulai tanpa aba-aba. Sang gajah langsung menerjang dua ekor makhluk yang ada di hadapan. Makhluk-makhluk itu langsung ambruk dan remuk di lebur kaki si gajah, bagaikan kecoak yang diinjak. Suara mengerang yang aneh sempat terdengar sebelum kepala makhluk itu hancur. Tidak berhenti di situ, si gajah terus menyerang dengan menyerudukkan gading dan kadang menghempaskan makhluk-makhluk itu dengan belalainya. 

Pertarungan dua ekor harimau Riesling tidak kalah sengit, sesekali melesat di udara dan menerjang makhluk-makhluk itu. Gerakan makhluk yang tangkas masih kalah gesit dengan si harimau. Suara berdesing terdengar saat makhluk-makhluk itu menyerang dengan tanduk tajam yang ada di sikunya. 

Beberapa makhluk balas menyerang, salah satu harimau berhasil dilumpuhkan oleh tiga-empat makhluk-makhluk itu. Menyerang dari belakang saat sang harimau menerjang salah satu dari kawanan makhluk campuran itu. Namun harimau yang satu tetap melesat, bahkan bergerak bagaikan angin putting beliung yang menerjang apa saja yang ada di dekatnya dan yang dilewatinya.

Sementara sang gorila dengan leluasa menyerang baik dengan pukulan ataupun melemparkan barang-barang. Pertarungan jarak jauh atau jarak dekat tidak masalah bagi kera raksasa itu. Puluhan makhluk-makhluk mulai berkurang hingga hanya tersisa lima-enam ekor.

“Rupanya kamu bukan penyihir lukisan kacangan!” suara wanita itu kini terdengar. 

Riesling berusaha mencari di mana sang pemilik suara. Namun tidak menemukan.

“Namaku Aocchi, kalau boleh tahu, siapakah namamu nona muda?” tanya wanita itu lagi.

Riesling berdiam diri, dia tidak yakin apakah wanit itu benar-benar bertanya atau hanya untuk mengetahui tempat persembunyiannya.

Tiba-tiba Riesling merasakan getaran yang sangat hebat. Sesuatu yang sangat besar sedang bergerak.

*****

Aocchi baru saja menyelesaikan lukisannya, berbeda dengan yang sebelumnya kali ini dia menggambar di atas tujuh buah kanvas yang dia jadikan satu. Dengan memunculkan puluhan Argira tadi dia berhasil mencuri waktu untuk menggambar sesuatu yang sangat ingin dia gambar sebelumnya.

Butuh waktu beberapa saat sebelum karyanya bisa muncul sempurna. Aocchi mencoba mengulur waktu.

“Rupanya kamu bukan penyihir lukisan kacangan!” teriak Aocchi. 

Tidak ada suara jawaban. Dia yakin lawannya mengira dia berusaha mencari dengan posisi dari suara sang lawan. Pintar piker Aocchi namun tujuannya bukan itu. 

“Namaku Aocchi, kalau boleh tahu, siapakah namamu nona muda?” teriak Aocchi lagi.

Tetap tidak ada jawaban. Sempurna bagi Aocchi, perlahan karya besarnya sudah bergerak muncul dari lukisannya.

Makhluk raksasa yang tingginya hampir mencapai langit-langit perpustakaan yang terdiri dari tiga tingkat ini. Empat kakinya sangat kokoh menjejak lantai, dengan delapan pasang lengan yang lebih mirip sulur, hanya saja di bagian ujungnya terdapat bentuk seperti kaki bebek, berselapu dengan empat jari yang dilengkapi dengan kuku-kuku yang kuat dan tajam. Dan lima kepala ular muncul dari badan yang mirip dengan kadal, hanya saja ukurannya jauh lebih besar dari kadal.

“Selamat datang, Maltese!” sapa Aochhi terhadap ciptaannya. “Sekarang, mengamuklah!” perintahnya terhadap Maltese.

Dengan segera makhluk itu menyerang, lima kepala ularnya melontarkan bola-bola api sementara tangan-tangannya menghajar semua yang ada di dekatnya.

Aocchie tersenyum penuh kemenangan karena bersembunyi pun percuma. Maltese bukan makhluk sembarangan, apalalagi kalau sudah mengamuk. Namun sesuatu yang tidak dia duga terjadi, Maltese benar-benar mengamuk, mengamuk tanpa dapat dia kendalikan. Aocchi lupa, tenaga seorang penyihir lukisan harus cukup kuat untuk mengendalikan makhluk ciptaannya. Dia baru sadar kalau dia sudah terlalu lelah, namun karena terlalu senang dalam pertarungan antar lukisan ini dia menjadi lupa diri.

Maltese mengamuk tidak hanya menghancurkan seisi perpustakaan tetapi juga ruang perpustakaan ini. Langit-langit dan dinding batu rubuh dan runtuh. Aocchi tidak sempat menyelamatkan diri saat bebetuan itu menimpa dirinya, dan yang dia temukan hanya kegelapan.

****

Riesling mengernyitkan dahi, tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Seekor makhluk raksasa mirip dengan hydra muncul di dalam ruangan ini. Apa sang pelukis tidak memikirkan tentang pergerakan makhluk besar itu jika berada di dalam ruangan. Namun dia tidak bisa berpikir lama karena makhluk tu menyerang dengan bola-bola api. Salah satunya menghancurkan rak buku tempat dia bersembunyi. Dia terjatuh dan tertimpa buku dan patahan kayu dari lemari.

Beruntung sang lawan masih tidak menyadari keberadaannya tapi saat mencoba berdiri, Riesling kembali merasakan getaran yang sangat hebat, kali ini lebih hebat dari sebelum kemunculan mahluk-mirip-hydra itu. Kecurigaannya benar, bebatuan dari langit-langit mulai berjatuhan. Dia bergegas untuk mendorong buku-buku tebal dan kayu-kayu besar yang menimpanya tapi terlambat sebuah batu seukuran buku dengan telak menimpanya dan diiringi dengan bebatuan lain yang membuat dia tidak sadar diri.

*****

Gie baru saja menjelajahi daerah pemukima sementara penduduk Kerajaan Fantasi. Sudah beberapa hari ini dia mencari Kika, anaknya, yang terpisah. Pada waktu terjadi pengungsian besar-besaran, Kika terlepas dari pegangan tangannya. Si anak memaksa untuk menyelamatkan kucing-kucingnya. Pertempuran yang berlangsung gempar dan sengit di hari pertama Battle Royale membuat semua penduduk panik, termasuk dirinya. Bergegas tanpa rencana dia berusaha untuk keluar dari arena pertempuran Battle Royale tapi dia teledor hingga Kika tak bisa di jaga.

Menunduk sedih dan lemas, Gie menyakin bahwa Kika belum keluar dari kerajaan. Pikirannya berkecamuk, dia hanya bisa berharap tidak terjadi sesuatu terhadap anaknya. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kerajaan, apapun yang terjadi dia harus mendapatkan kembali anak semata wayangnya. Dan dia sangat mengharapkan bertemu dengan anaknya dalam keadaan baik-baik saja, kalau saja terjadi sesuatu terhadap Kika, dia tidak akan memaafkannya. 

“Siapapun itu!” gumannya sambil mengepalkan kedua tangan dan menatap kerajaan dari tenda-tenda para pengungsi.

#####

0 comments:

Post a Comment