Tuan Berdel meringis, menoleh Airill yang sedang berdiri
sambil pura memegang perutnya entah pura-pura atau tidak dia tidak peduli,
fokusnya hanya pada pemuda yang tadi membunuh majikannya, sementara dia melihat
anak buahnya panik melihat pimpinan tertinggi mereka terbunuh dan jatuh ke
lubang tempat tumbal untuk pohon manusia berada. Pemuda itu berdiri tidak jauh
dari lubang, tidak mempedulikan keadaan sekitar seakan tidak percaya dengan
kemenangannya.
Saat yang tepat pikir Tuan Berdel, dengan keras dia
berteriak mencabut kembali pedangnya dan menerjang si pemuda, hanya butuh
beberapa detik baginya untu melesat ke arah sang pemuda. Sebuah tusukan yang
mudah bagi dirinya yang mempunyai kemampuan pedang yang hebat membuat pemuda
itu jatuh tersungkur, tewas seketika.
Tuan Berdel menoleh ke arah Airill yang sedang tertawa
menyeringai, dia yakin kalau prajurit sewaan bengal itu ikut ambil andil dalam
rencana pembunuhan Sang Amperis. Dengan cepat dia mengambil sebilah pedang
kecil dari balik punggungnya, dan melesat menerjang Airill yang sudah bersiap
untuk menerima serangan.
Baru beberapa langkah berlari, Tuan Berdel dipaksa untuk
menunduk, menghindari terjangan peluru peluru yang dimuntahkan sepasang senjata
api Airill. Beruntung matanya sudah terbiasa melihat gerakan cepat bahkan
secepat peluru, menghindari dengan jarak sejauh ini cukup baginya untuk
berkelit menghindar. Dia melemparkan pedang kecilnya, Airill menghindar dan
berlari bersembunyi dibalik kain merah. Pedang kecil melesat menusuk ruang
koson dan mengenai dinding batu.
“Hei!!” teriak Tuan Berdel, memberi isyarat pada anak
buahnya untuk mengepung kain merah. Bergegas prajurit-prajurit yang berada di
dekat sana bergerak menuju kain merah dan berdiri berjajar, bersiap dengan
tombak yang terhunus tajam di depan kain. Tuan Berdel tersenyum, tidak ada
seorangpun yang bisa lepas dari tusukan puluhan tombak ini pikirnya.
“TUSUK!” teriak Tuan Berdel sambil mengayunkan pedangnya.
Puluhan prajurit yang berbaris menusukkan tombak mereka berkali-kali tapi tidak
seorangpun dari prajurit itu yang berhasil menusuk benda empuk dari balik kain,
yang terdengar hanya bunyi dentingan logam bertemu dengan dinding batu. Tangan
mereka bergetar saat ujung tombak mereka beradu dengan kerasnya bebatuan dinding.
Tuan Berdel mengumpat, beberapa kata makian terlontar.
Dengan isyarat, dia kembali memerintahkan anak buahnya untuk merobek-robek kain
merah tersebut. Kain merah terpotong-potong setinggi dua lipat panjang tombak,
hanya bagian yang menggantung di atas yang tersisa. Kain-kain bertumpuk jatuh
ke lantai, Tuan Berdel menengok ke atas. Hanya ke atas sana satu-satunya jalan
bagi Airill untuk bersembunyi.
“Pemanah!” teriak Tuan Berdel memanggil pasukan pemanah,
prajurit-prajurit yang dipanggil bergegas mendekati dirinya. Dengan satu
isyarat, dia memerintahkan pasukan pemanah untuk menembakkan kain bagian atas
yang tidak terjangkau tombak. Tapi tidak juga membuahkan hasil, anak panah-anak
panah tersebut berjatuhan ke lantai, beberapa menempel di kain merah, tidak ada
tanda-tanda kalau anak panah tersebut mengenai Airill.
Tuan Berdel semakin marah, tanpa sengaja matanya menatap
salah satu tumpukan kain. Dengan berang dia mendekat ke arah gumpalan kain yang
besar itu, pikirannya logisnya berpikir itu satu-satunya tempat yang bisa
dijadikan persembunyian seseorang yang besar tubuhnya seperti Airill. Satu
tusukan tegas dia berikan ke tumpukan kain, dia merasakan pedangnya menusuk
benda empuk, entah itu tumpukan kain yang tebal tersebut atau orang yang dia
cari-cari dia belum bisa memastikan.
Perlahan Tuan Berdel menarik pedangnya, ada bercak darah
yang menempel di pedangnya. Dia tersenyum sambil menendang gumpalan kain merah
tersebut hingga menampakkan sosok di dalamnya. Matanya melotot begitu mandapati
bahwa yang dia tusuk hingga mati bukanlah Airill, melainkan orang lain, seorang
prajurit istana jika dilihat dari tanda ditengkuk mayat itu, tanda yang sama
yang diberikan pada setiap prajurit di sini. Dia menatap tajam ke semua
prajurit, Airill pasti menyamar menjadi salah seorang prajurit.
Pikiran Tuan Berdel tidak lagi sehat, tanpa peringatan dia
menusuk salah satu prajurit yang berada di dekatnya dan melepaskan helm
pelindung prajurit itu. Begitu mengetahui yang dia tusuk bukan Airill, dia
melanjutkan kepada prajurit lainnya, begitu seterusnya. Para prajurit menjadi
pucat pasi dan gemetar, ingin melarikan diri tapi mereka tahu itu hanya akan
menunda kematian mereka sesaat. Karena jika mereka melarikan diri, Tuan Berdel
akan berpikiran kalau mereka adalah Airill yang melarikan diri. Tidak ada
pilihan lain bagi mereka selain mati di tangan Tuan Berdel.
Belasan prajurit yang berdiri dekat Tuan Berdel telah
mengatarkan nyawa. Nanun tidak sedikitpun Tuan Berdel menunjukkan tanda
kepedulian ataupun akan berhenti melakukan kebodohan itu. Dia terus menusuk
mati semua prajurit yang tadi berbaris di depan kain merah. Sekarang yang
tersisanya hanya beberapa prajurit pemanah yang berada jauh dari barisan itu,
dan prajurit-prajurit yang berada di tengah-tengah ruangan. Pikirannya kembali
jalan, tidak mungkin Airill bisa dengan cepat menculik salah satu dari prajurit
pemanah dan prajurit lainnya, jaraknya terlalu jauh.
Tuan Berdel berteriak, marah dan kesal bercampur menjadi
satu.
“Pengkhianat!” teriakannya membahana.
“Aku tahu kamu yang membiarkan pemuda itu menyelinap ke
tempat ini! Aku yakin kamu sengaja membiarkan pemuda itu dengan mudah membunuh
Amperis!”
Tuan Berdel berjalan menuju pasukan pemanah, bukan untuk
membunuh mereka namun untuk bersiap-siap untuk memanah tempat asal suara jika
Airill menjawab.
“Katakan padaku Tuan Airill! Apa uang yang kami berikan
masih kurang?” Tuan Berdel sengaja memancing tetapi tidak ada jawaban.
“Bodoh kamu Tuan Airill, kalau saja Amperis berhasil
menjalankan rencananya, kamu akan mendapatkan kekayaan lebih dari ini!”
“Seorang raja dari belahan timur, Raja Orion telah
menyetujui untuk bekerja sama dengan Sang Amperis. Dia bersedia untuk
memberikan uang yang sangat banyak untuk penemuan ini. Dia juga akan memberikan
beberapa daerah kekuasaan jika dia berhasil menaklukan hyrnandher dengan
prajurit boneka ini!”
Para prajurit pemanah bersiaga, menajamkan mata ke setiap
penjuru ruangan. Sementara prajurit-prajurit yang menggunakan tombak dan pedang
bersiaga di beberapa pintu ruangan, mengantisipasi jika Airill berusaha
melarikan diri.
Tuan Berdel semakin berang karena tidak sedikitpun Airill
terpancing.
“Jadi, kemampuan Tuan Airill Sang Prajurit Sewaan Terhebat
hanya sampai di sini saja. Dia meminta orang lain untuk melakukan pekerjaan
utama, sesudahnya dia pergi meninggalkan rekannya mati begitu saja.” Tuan
Berdel memutar badannya, menatap tempat-tempat yang kira-kira bisa dijadikan
Airill sebagai persembunyian.
“Ck ck ck, ternyata cerita tentang kehebatan Tuan Airill
hanya isapan jempol belaka. Mungkin tidak benar kamu yang membunuh Hegsar,
kadal raksasa berkepala dua! Atau cerita tentang dirimu melawan Mesha, Singa
Penyembur Api, juga hanya karanganmu sendiri.” bibir Tuan Berdel tersungging ke
atas, tersenyum menyeringai.
“Kamu hanyalah seorang penipu, yang kemampuannya hanya bisa
menyembunyikan diri! Bersembunyi di balik orang yang kamu peralat! Kamu hanya-“
Belum selesai Tuan Berdel menyelesaikan kalimatnya, sebuah
gerakan tak dia duga terjadi. Kain merah yang menggantung terpotong. Potongan
itu kemudian melayang dan melesat ke arahnya. Dia tidak bisa menyaksikan
kejadian yang sangat cepat itu karena saat itu dia sedang membelakangi kain
merah. Beruntung pasukan pemanah telah bersiaga, tanpa komando dari sang
pimpinan mereka melepaskan anak panah ke arah kain merah tersebut.
Puluhan anak panah menancap di kain merah yang menggulung
seperti rumah keong dan terjatuh tepat beberapa kaki melewati pasukan pemanah
dan Tuan Berdel, tepat di samping tubuh Deztas yang terbujur kaku. Gulungan
kain itu diam tak bergerak.
Tuan Berdel tidak berlama-lama berdiam, mendekat dia
langsung mengayunkan pedang hendak membelah gulungan kain tersebut. Dalam
hitungan detik, dia merasakan sakit di pergelangan tangannya, detik berikutnya
perutnya terasa perih dan panas. Terpana dia menatap gulungan kain merah
bergerak, berkibar dan berputar-putar. Dia yakin dia melihat sebuah benda kecil
yang melesat dengan cepat ke arah matanya, benda yang dia yakini adalah sebuah
peluru. Benda yang terakhir kali dia lihat sebelum jatuh berdebam, terbujur
kaku di lantai bersimbah darah.
#####
0 comments:
Post a Comment