Alcyon menatap pergerakan dragonfly dengan seksama,
memperhatikan celah sedikitpun untuk mengalahkan mesin perang ini. Serangan
secara frontal terhadap makhluk logam ini sia-sia, pun ilmu sihir juga tertahan
oleh pelindung-tak-kasat-mata. Dia berpikir keras, bagaimana caranya menghajar
dragonlfy atau sang pengendali yang berada di ruang yang tertutup kristal
transparan di bagian “kepala”.
Namun mesin ini sangat sempurna baik untuk bertahan maupun
menyerang, walau serangan untuk jarak dekat Alcyon merasa dragonfly tidak
terlalu cepat. Mungkin bagi beberapa orang serangan jarak dekat dragonfly
sangat cepat tapi bagi dirinya biasa-biasa saja.
Sial! Alcyon menghindar saat sinar panas dari mulut
dragonfly melesat ke arahnya. Geramnya kembali bertambah, dia mundur untuk
mengatur serangan. Berdiri di atap sebuah rumah bertingkat dua, dia menatap
manusia kucing masih berusaha untuk menyerang dragonfly, setengah manusia itu
mencoba memecahkan kristal kaca yang melindungi pengendali logam hidup itu.
Sambil berhati-hati terhadap serangan dragonfly, Alcyon
merapal mantra. Memanggil makhluk perjanjian terkuat yang dia punya, Metel sang
Pengacau Cuaca. Tangan yang tidak memegang katana panjang dia angkat dengan
telapak tangan menghadap ke langit.
Beberapa kedipan mata, suara gemuruh guntur mengiringi
kedatangan awan hitam. Pekat menyelimuti hampir seluruh daratan kerajaan
fantasi, Alcyon menurunkan tangannya. Sang Pengacau Cuaca sebentar lagi datang,
tidak perlu dia memberikan energi sihirnya lagi. Sambil mencari tempat yang
cocok untuk melakukan serangan, dia mengamati dragonfly berhenti dan menatap
langit.
Alcyon tersenyum penuh kemenangan saat sesosok wajah muncul
dari balik awan hitam, dengan segera meniupkan angin yang sangat dingin.
Kencang. Tidak hanya membuat pepohonan tumbang tetapi juga rumah-rumah yang
pondasinya tidak terlalu kuat. Dingin pun membekukan apa saja yang terkena
hembusannya. Tidak terkecuali permukaan tanah yang seketika bertumpuk dengan
salju. Sementara dragonfly sibuk untuk “menghangatkan” sendi-sendi kaki dengan
sinar panasnya sendiri.
“Kau takkan bisa menghindar dari Metel, saudara Alfare!”
teriak Alcyon sambil melesat dengan cepat menuju bagian kemudi dragonfly.
Katana panjang itu siap untuk membelah kepala dragonfly, sihir
dingin dari Metel tentu sudah mengurangi perisai-tak-kasat-mata mesin perang
ini pikir Alcyon. Dia bertaruh akan berhasil menundukkan kendaraan perang yang
diagung-agungkan ini. Tinggal berjarak delapan kaki, dia menebaskan katananya.
Namun sebuah ledakan tidak jauh dari tempatnya, mengacaukan
konsentrasinya. Belum lagi sebuah benda besar menyeruak dan menabrak dirinya
hingga terpental jatuh ke tanah.
Alcyon dengan segera memasang kuda-kuda begtiu mendarat di
tanah. Dia melihat ke atas, tebasannya hanya mengenai bagian moncong dragonfly.
Tidak menghancurkan tapi menghentikan gerakkan mesin perang. Kilatan-kilatan
petir kuning menyambar dari bagian moncong dragonfly.
Penasehat Kerajaan itu mengamati ke arah benda yang
mengacaukan serangannya tadi. Dua orang manusia terkapar di tanah tidak jauh
dari tempatnya berdiri. Sang Necromancer
dan Ksatria Pedang entah darimana tiba-tiba muncul dari langit. Dia mengeratkan
genggaman pada katananya, merasa pertarungan ini akan menjadi semakin menarik.
Tanpa sadar dia menyeringai mengerikan.
*****
Synrio berjalan perlahan, memasuki gerbang masuk ke dalam
kerajaan. Sebuah suara mengusiknya, suara dari semak-semak. Dia menyiapkan sepasang
belati taring harimau pedang milik, bersiaga untuk menghadapi serangan. Dia
sudah mengetahui sedikit banyak tentang apa yang terjadi di kerajaan fantasi.
Tujuannya ke sini karena pesan singkat yang dikirimkan oleh
Faye menggunakan sihir pesan-singkat agar bertemu di kastil kerajaan fantasi
karena ada sesuatu yang sangat penting. Sebagai salah satu Jenderal Perang di
kerajaan milik Faye, dia merasa ada sesuatu yang salah dan harus segera di
atasi. Dan ternyata kekecauan di kerajaan inilah yang membuat sang Faye meminta
bantuan dari dirinya.
Dengan waspada, dia memegang belati dengan erat. Bersiaga
untuk menyerang apapun makhluk yang berada di balik semak-semak. Kakinya sudah
memasang kuda-kuda yang kuat, dia melemparkan salah satu belatinya ke balik
semak-semak.
Seketika belati menembus semak-semak, seekor binatang kecil
muncul. Mirip burung tapi sedikit aneh. Synrio mengenali binatang itu sebagai
pinguin. Dia menurunkan penjagaannya, tidak mungkin seekor pinguin bisa
menyakiti dirinya. Merasa aman, dia mendekat dan mengelus kepala pinguin itu. Kemudian
dari balik semak-semak bermunculan tiga ekor lagi pinguin, seperti meminta
untuk dielus kepalanya.
Synrio tersenyum, tidak semua tempat menjadi ajang perang
pikirnya. Namun dia dikejutkan oleh langit yang tiba-tiba menggelap, malam
masih beberapa jam lagi. Suara gemuruh membahana, dia merasakan ada aura tidak
menyenangkan dari atas sana. Sesuatu yang menyeramkan. Dia berdiri bergegas
untuk berlindung, tidak menyadari empat ekor pinguin itu menyerang dirinya
dengan cepat. Dia pingsan dalam satu serangan kilat empat ekor pinguin.
*****
Ea menatap langit kerajaan kastil yang tiba-tiba menjadi
gelap, dia sempat menyangka ada serangan terhadap kastil. Sebagai penyihir
hitam, dia merasakan ada aura asing yang mengikuti gelapnya langit. Ya, aura
jahat. Sesuatu yang jahat yang belum dia kenal.
Namun saat menyaksikan Metel yang muncul dari balik gumpalan
awan, Ea mengernyitkan dahi. Itu adalah makhluk perjanjian milik Sang
Penasehat. Tidak mungkin orang lain menggunakan makhluk perjanjian yang sama.
Lantas siapa yang memanggil Metel, orang lain yang berhasil merebut makhluk itu
dari Sang Penasehat ataukah,
“Tuan Alcyon, apa yang sudah terjadi pada dirimu?”
Ea merapatkan jubahnya, memasang tudung kepala. Niatnya
untuk pergi menggunakan kapal milik kerajaan dia batalkan, meski dia juga
memakai gelang Battle Royale entah kenapa dia tiba-tiba menjadi tidak berniat
untuk melanjutkan pertarungan ini. Mungkin karena sebagian besar sihirnya masuk
dalam kategori “hitam”, dia tidak ingin ada yang terluka. Sihir hitam tidak
seperti sihir lain, susah untuk mendapatkan penawar jika telah terkena. Walapun
sang Tabib Istana selalu menemukan penawar, namun mencari bahan-bahan yang
tepat yang sangat sulit.
Bergegas Ea menuju ke bagian tengah kerajaan, tempat Metel
berpusat. Paling tidak dia harus memastikan, apa yang terjadi dengan pemilik
Metel. Hatinya tidak kuasa untuk tidak mempedulikan keadaan orang itu. Ya,
orang yang membuatnya bertepuk sebelah tangan.
*****
Akina menghentikan langkahnya, sesosok pemuda memakai tudung
kepala yang berjalan di antara bayang-bayang menarik perhatiannya. Baru saja
dia datang ke dalam kastil melalui cermin
pelintas, dan begitu keluar dari ruangan matanya yang awas melihat
gerak-gerik tergesa dari sesosok pemuda memakai jubah ranger di lorong kastil.
Dia mengernyitkan dahi, Akina pernah melihat orang ini
sebelumnya. Dan sosok itupun sepertinya mengenal dirinya, terbukti saat sang
pemuda mendekat dan melepaskan tudung kepalanya.
Setelah pemuda itu membuka jubah, yang ternyata jubah moorlokh bukan ranger seperti yang dia duga sebelumnya, Akina menatap sang pemuda dengan rambut merah tersebut. Sebuah rajah menghias bagian
kiri wajah sang pemuda, dekat dengan mata.
“Lama tidak berjumpa, Akina!” pemuda itu menyapa dirinya
terlebih dahulu.
Akina tersenyum, dugaannya benar.
“Ya, aku tidak menyangka masih menjumpaimu di tempat ini.”
jawab Akina sambil berjalan menuju salah satu jendela tanpa pintu terdekat. Dia
menatap ke arah luar, memperhatikan keanehan yang terjadi di kerajaan. Dia tahu
setiap orang ini muncul, pasti ada sesuatu yang telah terjadi.
“Siapa yang akan kamu hapus
kali ini?” tanya Akina. Dia tahu dengan jelas tugas seorang moorlokh adalah untuk meng”hapus”kan
sesuatu atau seseorang.
Moorlokh itu tidak
menjawab, hanya mendekat dan ikut menatap ke luar, tetap bersembunyi di
bayang-bayang dinding. Akina tahu pemuda itu tidak akan menjawab pertanyaannya
karena memang begitulah aturan para moorlokh. Dia pun sebenarnya hanya
menyampaikan sebuah pernyataan dari pertanyaannya, bahwa dia tahu bahwa ada sesuatu
yang menyebabkan semua ini.
Belum sempat Akina mengatakan kata agar si pemuda segera
melanjutkan pekerjaannya, dia tidak lagi melihat moorlokh itu di dekatnya.
Kembali orang itu menghilang dalam bayang-bayang.
*****
Gie meringis, menahan sakit di perutnya. Jarang sekali
seorang Fang menderita sakit akibat pukulan tangan kosong. Bocah dihadapannya
memang tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Semenjak tatapan matanya berubah
dan mengaku bernama Ziona, bocah ini bagai menjadi sepuluh kali lebih kuat dari
sebelumnya. Hanya dengan tangan kosong, Ziona berhasil mendesak dirinya.
Kecepatan dirinya sebagai Fang tidak lagi menjadi keuntungan
bagi Gie, Ziona dengan mudah menyerangnya. Lawannya telah mengimbangi
kecepatannya sebagai Fang, entah apa yang membuat bocah itu menjadi seperti
sekarang.
Dengan sangat terpaksa, Gie mundur. Bukan untuk meninggalkan
Kika tapi untuk merapal mantra. Sudah lama dia tidak menggunakan sihir ini.
Saat jarak mereka terpaut belasan meter, dia menjaga kuda-kudanya. Dilihatnya
Ziona bergeming dihadapannya. Seolah-olah memang menunggu akan datangnya
serangan.
Cih umpat Gie, emosinya memuncak diremehkan oleh bocah
belasan tahun. Satu tarikan nafas dalam cukup untuk melakukan ini pikirnya.
Begitu nafasnya sudah terkumpul, dia menghembuskan nafas ke arah sang lawan.
Dari mulutnya muncul ratusan makhluk-makhluk kecil serupa kelelawar namun
berwarna hijau transparan. Melesat menyerang Ziona. Teriakan keras Ziona
terdengar di antara kerumuman kelelawar hijau itu.
“Hanya itu saja, Tante Muka Pucat?” sebuah suara yang
tiba-tiba muncul dari belakang mengagetkan Gie.
Belum sempat dia berpaling, sebuah hantaman keras mendarat
di kepala Gie hingga dia jatuh tertelungkup. Dan sebuah injakan keras di
kepala, menahannya untuk bangun. Terpaksa dia mencicipi rasa tanah.
#####
0 comments:
Post a Comment